Pemerintah Kabupaten Bangli berharap PT Songgolangit Persada (SLP) yang selama ini memasarkan produk pertanian organik Effektive Microorganisme 4 (EM4) dapat turut memberikan solusi terkait persoalan serbuan lalat yang kerap terjadi di kawasan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali.
“Kalau dulu masyarakat di Kintamani berseloroh lalat di sana adalah lalat sehat, tetapi sekarang dengan perkembangan pariwisata tentu hal itu tidak boleh dibiarkan dan harus menjadi perhatian bersama,”kata Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Bangli Ir. I Wayan Sarma di Kabupaten Bangli belum lama ini saat menerima kunjungan dari tim EM4 yaitu Staf ahli SLP, Ir. I Gusti Ketut Riksa, Kepala Cabang Pemasaran SLP wilayah Bali, NTB dan NTT, Irkham Rosidi dan tim Youtube EM Indonesia Ofiicial.
Menurut Sarma, persoalan kerumunan lalat di Kintamani, tak hanya harus menjadi perhatian pemerintah daerah, tetapi harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait. Pihaknya pun mengapresiasi kunjungan dari pihak PT SLP ke Kintamani dan telah memberikan atensi mengenai persoalan lalat di daerah yang terkenal berhawa sejuk itu.
Ia mengemukakan, permasalahan kerumunan lalat di Kintamani disebabkan oleh berbagai faktor seperti penggunaan limbah ternak ayam yang tanpa pengolahan atau fermentasi pada sektor pertanian, selanjutnya juga karena perilaku membuang sampah dari kalangan rumah tangga maupun pelaku hotel dan restoran.
Di sisi lain, disebabkan karena faktor lingkungan yang dingin dan juga Kintamani terkenal sebagai daerah penghasil ikan nila. Bangkai dari ikan nila juga dapat menarik perhatian dari lalat. “Jumlah lalat di Kintamani itu tidak terus-menerus banyak, tetapi mengikuti musim, seperti saat bulan lalu memang sangat besar dan kini mulai mereda,” ucapnya
Meski jumlah lalat di Kintamani dalam beberapa waktu terakhir sudah mereda, Sarma tak menyangkal kalau jumlahnya memang lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya di Provinsi Bali dan ini diakui berdampak pada kenyamanan wisatawan.
Pemerintah Kabupaten Bangli, ujar Sarma, selama ini terus berupaya mencari solusi untuk mengatasi serbuan lalat di Kintamani diantaranya memberikan penjelasan dan sosialisasi mengenai efek negatif penggunaan limbah ternak yang mentah atau tanpa pengolahan pada tanaman. Kotoran ternak harus difermentasi agar dapat lebih mudah diserap tanaman dan juga tidak berbau.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Bali pada awal Januari 2024 telah mengeluarkan Surat Edaran mengenai larangan penggunaan pupuk mentah. “Hal ini kami sosialisasikan pada masyarakat, tetapi mendapat tanggapan yang beragam,” ujar Sarma.
Terkait proses fermentasi pada kotoran atau limbah ternak sebelum digunakan sebagai pupuk, para petani mengeluhkan bahwa membutuhkan tambahan biaya tenaga kerja, biaya fermentor, tempat pengolahan hingga tambahan waktu 21 hari untuk proses fermentasi. Sedangkan untuk mendapatkan keuntungan, petani menginginkan biaya produksi sekecil-kecilnya.
Sarma menambahkan, pemerintah pusat sebelumnya pada tahun 2020 juga telah memberikan bantuan unit Alat Pengolah Pupuk Organik (APPO) sebanyak 20 unit kepada petani di Kintamani. Bantuan APPO itu untuk setiap unitnya meliputi 10 ekor ternak, kandang ternak, dan mesin pengolahan atau intinya semacam pabrik mini pengolahan pupuk.
“Melalui Balai Penyuluhan Pertanian, kami juga sudah beberapa kali memberikan bimtek bagaimana mengolah limbah ternak menjadi pupuk organik, atau minimal kompos sehingga tidak menimbulkan bau dan tidak berdampak negatif pada tanaman,” katanya lagi.
Kemudian pada 2023 saat ada pengadaan pupuk organik subsidi ganda dari Pemerintah Provinsi Bali, pihaknya juga berupaya mengakses sebesar-besarnya untuk mengurangi penggunaan limbah ternak mentah oleh petani. Melalui program subsidi ganda ini, petani cukup membayar Rp500 per kilogram. Saat itu tidak kurang dari 600 ton pupuk organik subsidi ganda telah terakses.
“Kami pun telah berkoordinasi dengan UPT BPTPHBUN Provinsi Bali yang berkantor di Celuk, Sukawati yang memang menangani masalah hama penyakit. Tetapi nampaknya juga belum menemukan cara yang sistematis untuk menangani serangan lalat di Kintamani,” katanya.
Pemerintah Kabupaten Bangli pun sebelumnya telah berencana untuk membuat studi kelayakan (FS) terkait pabrik pengolahan pupuk organik karena di kabupaten ini cukup banyak para peternak ayam. Bupati Bangli juga akan menyampaikan usulan pada Pak Gubenur untuk membantu mengatasi masalah ini untuk pengadaan pabrik pupuk organik. Di samping terus melakukan edukasi pada petani dan mendampingi mereka untuk membuat pupuk organik dan kompos dari limbah ternak.
“Mudah-mudahan PT Songgolangit Persada ini, kemudian melalui EM4 Indonesia ada semacam konsep bagaimana dapat menangani kerumunan lalat ini secara sistematis dan efektif, sehingga bisa memberikan solusi terkait permasalahan lalat yang kami hadapi di Kintamani,” harap Sarma.
Teknologi EM4 ditemukan pertama kali oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, Okinawa, Jepang, dan telah diterapkan secara luas di negara-negara lain di seluruh dunia, seperti Amerika, Brasil, Taiwan, Korea Selatan, Thailand, Srilanka, India, Pakistan, Selandia Baru, Australia dan lain-lain.
EM4 Pertanian memiliki sejumlah manfaat sepertiĀ memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah; meningkatkan produksi tanaman dan menjaga kestabilan produksi; memfermentasi dan mendekomposisi bahan organik tanah dengan cepat (bokashi); menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman serta meningkatkan keragaman mikroba yang menguntungkan di dalam tanah.https://linktr.ee/em4