Suasana acara International EM Conference di EM Wellness Kurashino Hakko Lifestyle Resort di Okinawa, Jepang.

Dirut PT Songgolangit Persada (SLP), Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr mengatakan, teori yang sulit dimengerti, atau susah dijelaskan yang harus dijelaskan dengan bahasa berputar-putar seperti baling-baling ditiup angin, bahkan harus diakhiri dengan perdebatan masing-masing, antara pembicara dan pendengar memiliki pendirian yang kokoh seperti batu karang, atau mereka harus bersilat lidah seperti debat antara orang tuli dan bisu, maka sesuatu yang sulit dimengerti menjadi membingungkan, bahkan mereka bisa saling menutup pintu komunikasi untuk mengerti akan persoalan.

“Jika kita sampai pada titik masalah yang sulit dimengerti, maka jalan yang mudah ditempuh adalah dengan melihat ke lapangan, melihat contoh nyata di lokasi, sehingga pikiran menjadi terbuka, mudah mengerti dan memahami persoalan, mudah mengambil keputusan dan menentukan langkah selanjutnya,” ujar Dr. Wididana.

Alumnus Program Pasca Sarjana (S-2) Faculty Agriculture University of The Ryukyus Okinawa, Jepang (1987-1990) menjelaskan, seperti kata pepatah, dengan melihat langsung, seorang pembelajar sudah menangkap atau mengerti setengah dari persoalan. “Contohnya adalah, bagaimana menerangkan proyek Universal Village di Desa Kitanakagusuku yang dijalankan oleh EMRO (Effective Microorganisms Research Organization), mengolah limbah makanan dari restoran dan super market AEON yang berlokasi di desa itu, dengan konsep reduce (mengurangi), reuse (menggunakan lagi) dan recycle (daur ulang),” ujar Wididana yang hadir  pada forum EM Universal Village, sebuah program mewujudkan desa sehat dan sejahtera yang berlangsung di EM Wellness Kurashino Hakko Lifestyle Resort, Okinawa, Jepang belum lama ini.

Proyek universal Village dipaparkan oleh Mr. Yasushi Nishibichi (EMRO Executive Officer) dalam presentasinya yang berjudul Em Universal Village Project in Kitanakagusuku. Proyek tersebut bertujuan untuk daur ulang limbah organik untuk pupuk organik, mengurangi polusi lingkungan, menghasilkan produk pertanian yang sehat, sebagai media pendidikan dan pembelajaran untuk generasi muda, menjaga keragaman hayati, menciptakan masyarakat sehahtera.

“Pada saat seminar dipaparkan, peserta seminar masih terasa pikirannya mengambang akan tujuan proyek tersebut. Keesokan harinya, saat peserta seminar diajak kunjungan lapangan untuk melihat langsung proyek tersebut, barulah mereka memahami maksudnya,” ujar pria yang akrab disapa Pak Oles.

Di dalam gedung rangka baja seluas 600 meter persegi sudah terinstalasi tangki-tangki pengolahan limbah organik, yang siap memprosesnya menjadi pupuk cair, pupuk padat dan gas metan. Di sebelah gedung itu sudah dibangun rumah kaca berteknologi ICT, dengan menggunakan media tanah yang bercampur arang, dengan pupuk organik EM dan sinar matahari alami.

Pengairan tanaman menggunakan teknik irigasi mikro, dan pengaturan cahaya mata hari dengan menggunakan paranet hitam yang siap meneduhi tanaman tomat jika matahari terlalu terik. Teknik pengaturan iklim mikro tanaman dilakukan oleh sensor otomatis, dan bisa dimonitor dari komputer. Saat kunjungan, tanaman tomat terlihat cantik, seperti gadis remaja yang gemar bersolek.

“Tanaman itu tersenyum segar menamerkan bunganya yang baru mekar dan siap dibuahi. Anak-anak sekolah datang berkunjung ke proyek Universal Village untuk belajar mengolah limbah, pertanian, lingkungan dan kesehatan dengan Teknologi EM. Peserta seminar merasa puas dan mudah mengerti akan konsep proyek Universal Village setelah melakukan kunjungan lapangan,” ujar Dr. Wididana yang dikenal sebagai pelopor pertanian organik di Indonesia.https://linktr.ee/em4

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini