Oleh: Dr. Wididana)*
Konsep fermentasi pada bahan organik untuk pupuk organik pada awal 1990-an belum dikenal oleh peneliti dan praktisi pertanian. Konsep fermentasi baru dikenal pada waktu itu hanya sebatas fermentasi bahan pangan, untuk mengawetkan bahan pangan atau untuk meningkatkan kandungan nutrisi bahan pangan, seperti pembuatan tape, tempe, kimchi, yoghurt, keju, fermentasi daging/ikan dan sebagainya.
Jadi kata fermentasi untuk membuat pupuk organik masih dianggap terlalu baru dan perlu dijelaskan dengan serius. Dari sanalah lahir kata Bokashi, yang artinya fermentasi bahan organik untuk pupuk organik dengan Teknologi EM. Dari Bali juga ikut memasyarakatkan kata fermentasi Bokashi melalui produk minyak herbal fermentasi dengan nama Bokashi.
Pada awalnya pupuk Bokashi dibuat dari fermentasi dedak dengan mencampurkan dedak, gula merah/molas, air dan EM dengan kandungan air 30%, dan dibuat gumpalan dedak sebesar sekepal tangan kemudian gumpalan dedak bokashi tersebut ditaruh di atas pot anggrek untuk budidaya anggrek dengan media arang.
Cairan fermentasi dari gumpalan dedak yang mengering tersebut akan menetes dan menyebar saat menyiram anggrek. Pemupukan kimia pada tanaman anggrek masih dilakukan seperti biasa. Pemberian Bokashi pada budidaya anggrek dapat meningkatkan produktivitas bunga anggrek, membuat penggunaan pupuk kimia lebih efisien, tanaman anggrek menjadi lebih subur.
Selanjutnya penggunaan Bokashi pada pertanian diajarkan kepada petani, dengan memfermentasi pupuk kandang dan sampah/limbah pertanian untuk pupuk Bokashi. Ibu-ibu rumah tangga juga diajarkan cara membuat pupuk bokashi dengan mengolah limbah dapur dan sisa-sisa makanan untuk pupuk organik di pekarangan, tanaman dalam pot.
Fermentasi air cucian beras juga diajarkan kepada ibu-ibu rumah tangga untuk disiramkan ke toilet, got dan saluran pembuangan. Gerakan cinta lingkungan dan pertanian dimulai dengan Teknologi EM dari rumah tangga.https://linktr.ee/em4