Oleh: Gede Ngurah Wididana *)
Setiap 210 hari, tepatnya hari Sabtu Umanis watugunung, begitu menurut perhitungan kalender Bali, ada hari yang sangat sakral, hari turunnya ilmu pengetahuan, Dewi Saraswati turun ke bumi, dengan segala perlambangan ilmu pengetahuan yang dibawanya, yang melambangkan keindahan, kecantikan, kecerdasan, kesejahteraan, kemasyuran.
Dewi Saraswati menurunkan ilmu pengetahuan berupa aksara, bija aksara (benih huruf), Om, sebagai suara Tuhan, sabda penciptaan, yang selanjutnya berkembang menjadi penciptaan segala aksara, menjadi aksara-aksara suci, mantra, dan berbagai jenis huruf tertulis, yang dikembangkan oleh peradaban manusia, untuk menyimpan dan menyebarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada manusia- manusia di muka bumi.
Dewi Saraswati sebagai simbol ilmu pengetahuan dapat dijumpai secara nonfisik saat kita membaca ilmu pengetahuan yang tersimpan dalam huruf, dalam aksara yang berbunyi, bercerita melalui rangkaian aksara-aksara yang tertulis di buku, di lontar atau di gadget.
Tidaklah mungkin seseorang bisa menjadi pintar tanpa membaca, tanpa belajar dari buku. Ilmu pengetahuan akan turun langsung setiap saat, setelah seseorang mengerti dan memahami dari ilmu yang dibacanya, selanjutnya bisa dipraktikkan untuk mencapai kesejahteraan.
Budaya membaca lahir dari mengumpulkan, membaca dan mencintai buku, dari keluarga kecil, dari penularan kebiasaan membaca orang tua ke anak- cucunya. Di sanalah Dewi Saraswati hadir, di dalam diri dan keluarga yang memiliki budaya membaca.
Hari Saraswati adalah simbol untuk mengingatkan kita agar mencintai dan membaca buku, ilmu pengetahuan, bukan sekedar berdoa dan berupacara, tapi sekali lagi, Dewi Saraswati bisa ditemui di dalam praktik membaca, berpikir, dan bekerja, untuk terus menggali dan mempraktikkan ilmu pengetahuan yang dipelajari, dan mengembangkan masyarakatnya menjadi damai sejahtera.linktr.ee/pakolescom
*)Direktur Utama PT Karya Pak Oles Grup dan Alumnus Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar.