Staf Ahli PT Songgolangit Persada, Ir. I Gusti Ketut Riksa menilai, hasil pertanian organik yang berbasis Effective Microorganisms4 (EM4) kaya akan sumber kehidupan, karena tanaman dipupuk dengan bokashi yang mengandung hormon, enzim, vitamin, antioksidan, asam amino, asam nukleat yang kaya akan daya hidup.
“Semua itu merupakan hasil kerjasama mikroba dengan tanaman di tempatnya tumbuh, kerjasama itu baru membuahkan hasil dengan adanya energi bumi dan matahari,” kata Gusti Ketut Riksa yang juga Instruktur Effective Microorganisms 4 (EM4) pada Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) Bali.
Ia mengatakan, tanpa kedua energi tersebut tidak ada kehidupan dan tidak terbentuk pula produk yang berenergi hidup. Daya hidup itu hanya dapat diperoleh dari makluk hidup tidak dapat dibuat secara sintetik.
“Zat kimia yang digunakan di sektor pertanian justru akan membunuh mikroba dan makluk hidup lainnya, yang akhirnya dapat menghilangkan daya hidup itu sendiri,” tutur Gusti Ketut Riksa.
Hewan atau binatang yang kehilangan daya hidup disebut mati dan jasadnya dinamakan bangkai. Untuk menusia yang sudah kehilangan dan kehabisan daya hidup dinamakan mayat atau jenazah.
Konsumsi bahan pangan yang mengandung energi hidup dengan bahan pangan yang tidak lagi mengandung energi hidup jelas berpengaruh terhadap kehidupan spiritual, moral dan mutu kehdiupan fisik yang lain.
Berbagai produk pertanian organik di dalamnya tersimpan energi hidup dibandingkan produk pertanian kimiasi. Biji jagung, umbi umbian, bawang dan berbagai sayuran produk pertanian kimia lebih cepat rusak, membusuk dan dimakan bubuk karena cepat kehilangan daya hidup. Hal itu sangat berbeda dengan produksi pertanian organik yang umumnya lebih tahan lama.
Jika diranut dampaknya terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsi, masyarakat awam dengan mudah bisa menjawabnya dan lebih memilih untuk konsumsi hasil-hasil pertanian organik.
Hanya saja energi hidup tersebut belum pernah diperhitungkan dalam penyusunan program pangan dan gizi karena seluk beluk masalah energi hidup tersebut bukan merupakan ranah ilmu pengetahuan, tutur Gusti Ketut Riksa.https://linktr.ee/em4