Staf Ahli PT Songgolangit Persada, Ir. I Gusti Ketut Riksa menilai, pertanian terpadu tempo dulu selalu mengatur giliran tanam setiap tahunnya, yakni enam bulan basah untuk tanam padi dan enam bulan berikutnya kering guna mengembangkan tanaman hortikultura.
“Petani juga melakukan penanaman pupuk hijau, setelah padi gadu karena masih tersedia waktu untuk menunggu musim tanam berikutnya,” kata Gusti Ketut Riksa yang juga Instruktur Effective Microorganisms (EM) pada Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) Bali.
Ia mengatakan, tanaman pupuk hijau yang sedang tumbuh subur itu sengaja dibenamkan untuk pupuk organik saat pengolahan tanah berikutnya guna menanam padi.
Namun kebiasaan petani tempo dulu memproduksi pupuk hijau untuk menyuburkan lahan, sekarang tidak ditemukan lagi di alam modern ini. Demikian pula pada lahan sawah hampir tidak ada giliran tanam.
Petani cenderung menanam padi tiga kali setahun tanpa memberikan istirahat dan terus diforsir dengan menggunakan pupuk kimia. Giliran tanaman merupakan aspek penting dalam keterpaduan untuk mempertahankan tingkat kesuburan tanah.
Gusti Ketut Riksa menambahkan, demikian pula nasib lahan kering yang ditanami tanaman monokultur seperti karet, kelapa sawit, cengkeh dan coklat tanpa tanaman sela jelas bermuara pada sebuah bentuk penyiksaan tanah, apalagi hanya menggunakan pupuk dan pestisida kimia.
Generasi berikutnya setelah karet dan kelapa sawit mati tentu hanya bisa menyisakan lahan-lahan yang kritis di sekitarnya. Oleh sebab itu pertanian terpadu tempo dulu memang benar-benar mewujudkan keterpaduan.
Untuk itu guna mengembalikan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan memanfaatkan sentuhan teknologi EM. Mikroorganisme menguntungkan bekerja di dalam tanah dengan cara memfermentasi bahan organik untuk menghasilkan asam organik, hormon tanaman, vitamin dan antibiotik.
Produk fermentasi itu sangat bermanfaat untuk menumbuhkan tanaman dengan cara melarutkan nutrisi yang susah larut, misalnya batu fosfat, memecah logam berat yang mencegah terserapnya oleh akar tanaman.
Dengan fungsi mikroorganisme yang menguntungkan tanah akan kembali menjadi subur dan tanaman berproduksi optimal. Untuk itu pupuk hayati Effective Microorganisms (EM) dapat digunakan dalam berbagai aspek kehidupan yakni bidang pertanian, peternakan, perikanan dan pengolahan limbah.
Demikian pula masalah bau pada limbah dan kotoran ternak dapat diatasi dengan EM. Oleh sebab itu penggunaan EM berkembang semakin meluas, karena dinilai sangat efektif, mudah digunakan, ekonomis, hemat energi, ramah lingkungan, dan tepat guna untuk pertanian alami demi kesejahteraan umat manusia sekarang dan hari esok yang lebih baik, tutur Gusti Ketut Riksa. https://linktr.ee/em4