
Sang Ketut Sukarma, SP., M.Si (58) selaku Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kintamani Timur, Kabupaten Bangli, Bali, menyatakan para petani di Kintamani kian antusias menggunakan teknologi Effective Microorganisms (EM) untuk pengolahan limbah ternak maupun dalam budidaya tanaman.
“Para petani semakin lama semakin percaya dengan penggunaan EM4 ini. Mereka sudah membuktikan dan di beberapa tempat bahkan melakukan perbanyakan (pembuatan EM aktif),” kata Sukarma ditemui disela-sela acara sosialisasi EM4 yang digelar oleh PT Songgolangit Persada (SLP) di Kintamani, belum lama ini.
Menurut dia, para petani di daerah yang terkenal dengan hawanya yang sejuk ini sangat antusias membuat dan mengaplikasikan pupuk organik cair (POC) dan padat dengan menggunakan fermentor EM4. Jadi, sekali aplikasi mendapatkan dua produk pupuk.
Teknologi Effective Microorganisms (EM) ditemukan oleh Prof. Dr. Teruo Higa, guru besar Bidang Hortikultura University of The Ryukyus Okinawa, Jepang tahun 1980, dan selanjutnya tahun 1990 dilanjutkan pengembangannya sebagai pelopor pertanian organik di Indonesia oleh Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr atau yang karib dikenal sebagai Pak Oles. Pak Oles merupakan Direktur Utama PT Songgolangit Persada.
“EM4 itu sangat bagus sekali, produk yang mengandung mikroorganisme yang baik, sangat bermanfaat bagi tanaman dan lingkungan serta berbagai aspek lainnya termasuk pengolahan limbah peternakan dan perikanan,” ujar Sukarma.
Ke depan, pihaknya yang mewilayahi 30 desa di kawasan Kintamani ini berencana akan menambah edukasi ke petani, tidak saja terkait dengan pupuk, tetapi termasuk penggunaan pestisida nabati, zat pengatur tumbuh (ZPT) dan memfasilitasi produk turunan yang lainnya.
“Kami selalu mengedukasi petani bagaimana kembali ke alam, memanfaatkan lahan pertanian, sehingga nanti alam akan menjadi seimbang. Penerapan EM4 sangat bermanfaat bagi petani,” ucapnya sembari mengatakan ada 36 penyuluh di wilayah kerjanya.
Dalam kegiatan edukasi yang dilakukan hampir setiap minggu, para petani sangat antusias dalam memanfaatkan teknologi EM4 untuk pengolahan limbah ternak untuk budidaya tanaman, baik tanaman hortikultura, perkebunan dan lainnya.
Sukarma meyakini kalau petani sudah menggunakan EM4, maka penggunaan pupuk dan pestisida kimia tentunya dapat dikurangi. Selain itu, dengan penggunaan EM4, kondisi tanah akan semakin ideal karena teknologi ini juga sejalan dengan upaya mendukung pertanian yang berkelanjutan.
Terkait sosialisasi EM4 yang digelar oleh PT SLP ini, pihaknya merespons positif dan menilai sangat bermanfaat. “Hasil dari sosialisasi ini kami harapkan selanjutnya dapat digetoktularkan oleh petugas di lapangan, baik itu dari sisi manfaatnya, hingga aplikasinya di lapangan. Secara teknis para penyuluh juga tetap berkolaborasi dengan petani yang memiliki kompetensi tentang itu,” katanya.
Sementara itu, Dewa Gede Rudiarta, selaku penyuluh pertanian lapangan (PPL) di Desa Kintamani mengatakan teknologi EM telah sering disosialisasikan, diantaranya diimplementasikan pada pembuatan pupuk organik cair (POC) dari urine sapi di Subak Abian Dukuh Sari, Kintamani.
“Dalam proses fermentasi POC urine sapi ini menggunakan EM4 sangatlah bagus. POC telah diaplikasikan pada tanaman jeruk. Hasil dari fermentasi dengan fermentor EM4 ini sangat berguna untuk pengembangan dan pelestarian lingkungan yang ada di Kintamani,” ucap Rudiarta.
Hal senada disampaikan AA Gd Pradnya Dwi Permadi selaku PPL Desa Karing dan Banua. Teknologi EM4 sudah diaplikasikan pada tanaman jeruk di Desa Bayunggede.
Ia sebelumnya telah menjadi PPL sejak 2010 di Desa Bayunggede, EM4 memang dominan diaplikasikan pada tanaman jeruk, tetapi juga diaplikasikan pada tanaman hortikultura seperti pada kubis dan cabai.https://linktr.ee/em4