Pupuk hayati Effective Microorganisme 4 (EM4) yang mengandung bakteri fermentasi dari genus Lactobacillus, jamur fermentasi, actinomycestes, fotosintetik, pelarut fosfat dan ragi sangat baik untuk pertanian berkelanjutan, karena mampu menyuburkan dan meningkatkan produksi tanaman serta menyehatkan tanah.
“EM4 sangat cocok untuk tanaman perkebunan, hortikultura, padi, palawija, karena sifatnya tidak beracun dan tidak menimbulkan pencemaran,” kata Staf Ahli PT Songgolangit Persada (SLP), Ir. I Gusti Ketut Riksa di Denpasar.
Instruktur pada Institut Pengembnagan Sumberdaya Alam (IPSA) Bali menjelaskan, dengan menggunakan pupuk hayati EM4 sekaligus mampu memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia, biologi tanah dan meningkakan produksi. Revitalisasi tanah tersebut sekaligus mampu meningkatkan produksi berbagai jenis tanaman pertanian, hortikultura dan perkebunan yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan petani, karena nilai produk lebih mahal.
Gusti Ketut Riksa, mantan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bangli menjelaskan, masyarakat modern menganggap pertanian zaman dulu sebagai pertanian yang kolot, tradisional dan predikat lain yang bertendensi merendahkan. Namun pertanian tradisional itu sebenarnya justru jauh lebih baik, lebih unggul dengan tingkat kesuburan lahan yang lestari serta memiliki peluang berproduksi lebih pasti dari pada pertanian yang dianggap modern sekarang ini.
Petani tempo dulu, terutama petani di lahan basah selalu memelihara sapi untuk mengolah tanah dan memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk serta ada tabungan bila sewaktu-waktu butuh uang. Selain sapi mereka juga memelihara unggas, babi dan ikan. Pemeliharaan ternak dilakukan di sawah sehingga tidak memerlukan biaya angkut kotoran hewan untuk pupuk.
Kencing sapi beserta kotoran padat langsung dikuras masuk ke sawah sehingga lahan sawah terus memperoleh asupan pupuk kandang. Modernisasi pertanian zaman sekarang telah mengganti sapi dengan traktor sehingga petani sekarang banyak yang tidak lagi memelihara sapi atau kerbau. Revolusi besar-besaran di sub sektor peternakan menyebabkan petani gurem kalah bersaing dengan modal besar di peternakan, yang biasanya kandang sapi berpindah dari areal persawahan ke kandang koloni.
Sawah kehilangan pupuk di kandang koloni muncul polusi. Para petani tidak mampu lagi membeli kotoran sapi terlebih lahan sawah jauh dari jalan besar dengan transportasi yang menyulitkan dan mahal. Untuk mengatasi hal itu, kini solusi terbaik adalah petani menggunakan pupuk hayati EM4 yang diproduksi PT Songgolangit Persada, satu-satunya di Indonesia yang pemasarannya menjangkau seluruh daerah di nusantara.https://linktr.ee/em4