Komang Suryawan, Pembina Komunitas Edan (kiri) dalam Podcast Chanel Youtube EM Indonesia, bertajuk ‘Mengolah Sampah Organik Tanpa Biaya’ bersama presenter Rai Stiawati.

Masalah sampah hingga saat ini terkesan masih jadi momok di masyarakat. Di banyak tempat masih mudah ditemukan tumpukan sampah atau sampah yang berserakan, baik yang organik, non organik bahkan yang bercampur. Untuk menangani masalah sampah idealnya ada sinergi antara masyarakat, komunitas dan pemerintah.

Seperti disampaikan Komang Suryawan, Pembina Komunitas Edan (enerjik, dinamis dan andal), masalah sampah tidak bisa ditangani sendiri-sendiri. Jadi harus ada sinergi dan programnya berkelanjutan. Tantangannya sebagai aktivis lingkungan, pihaknya jelas tidak bisa hanya fokus di bidang sampah saja, karena masih ada keluarga dan juga tanggung jawab lainnya, sehingga perlu seiring sejalan. 

Di komunitasnya, tidak jarang sampai urunan atau patungan bersama teman-temannya untuk mendukung kegiatan seperti sosialisasi dan edukasi ke masyarakat tentang pentingnya penanganan dan pengolahan sampah demi terwujudnya lingkungan yang bersih dan sehat. 

“Kami dengan teman-teman sering patungan dengan uang pribadi. Dan untungnya juga disupport oleh Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr, Direktur Utama PT Songgolangit Persada (SLP)” ujar Komang Suryawan saat diwawancarai pada acara Podcast untuk Chanel Youtube EM Indonesia, yang mengangkat topik ‘Mengolah Sampah Organik Tanpa Biaya’ bersama presenter Rai Stiawati.

Sejumlah produk EM4 dari PT Songgolangit Persada (SLP) sangat membantu fermentasi  proses pengomposan sampah organik. Selain EM4 Pertanian juga masih ada produk EM4 Perikanan, EM4 Peternakan, dan EM4 untuk limbah.

Terkait hal tersebut, kata Komang Suryawan, pemerintah daerah perlu merangkul orang-orang yang peduli akan lingkungan dan memberi dukungan. Bahkan untuk penanganan sampah yang beragam jenis, dia punya ide sebaiknya ada pembagian tugas. Misalnya sampah organik lebih diserahkan ke masyarakat, sementara sampah non organik oleh pemerintah desa, sedangkan residu ditangani pemerintah kabupatan/kota karena memerlukan faslitas dan sarana yang perlu biaya cukup mahal.

Dalam peran aktif mengolah sampah organik rumah tangga, tiap keluarga diharapkan bisa menekan atau mengurangi kiriman sampahnya yang akan dikirim ke TPST maupun ke TPA.  “Misalnya yang biasanya tiap KK membuang sampahnya dua kg tiap hari, lantas bisa dikurangi menjadi hanya satu kg sampah. Itu kan juga mengurangi beban jasa pengangkut sampah dan juga beban TPST maupun TPA-nya,” paparnya.

Tingginya kepedulian terhadap pengolahan sampah menjadi pupuk organik, bagi Komang Suryawan bukanlah berorientasi pada keuntungan finansial. Secara ekonomis, pupuk organik yang dihasilkan dari pengolahan sampah rumah tangga tidaklah seberapa besar. Namun manfaat yang jauh lebih bagus diperoleh adalah terwujudnya lingkungan yang bersih dan sehat yang berimbas juga pada kesehatan masyarakat. 

Guna mendukung pengolahan sampah organik seperti di dalam lingkup rumah tangga, menurut Komang Suryawan, tidaklah perlu biaya mahal, bahkan boleh dikatakan tanpa biaya. Artinya, hanya dengan memanfaatkan alat-alat bekas yang sudah tidak terpakai lagi, bisa digunakan untuk mengolah sampah organik.

Termasuk halaman belakang rumah yang di Bali dikenal dengan sebutan ‘Tebe’ juga bisa dibuat produktif dalam pengolahan sampah. Langkah sederhana yang bisa dilakukan yakni dimulai dengan memilah sampah di rumah sebelum dibuang, mana yang organik dan yang non organik. 

Lebih fokusnya Komang Suryawan menggarap masalah sampah organik, antara lain karena produksi volume sampah organik jauh lebih besar yakni berkiar 75% dai total sampah. Selain itu juga lantaran sampah jenis ini cepat busuk dan bau, serta alasan lainnya karena jumlah peminat yang menangani sampah organik masih relatif sedikit yang kemungkinan karena faktor profitnya kecil. 

Untuk memaksimalkan gerakan olah sampah jadi pupuk organik, komunitasnya secara berkesinambungan melakukan sosialisasi ke masyarakat. Memang diakui tidak mudah mengajak masyarakat untuk peduli dalam penanganan sampah. Dia mengelompokkan ada tiga kelompok dalam menyikapi penanganan dan pengolahan sampah. Pertama, ada kelompok yang setuju, ada juga yang masih ragu-ragu, dan kelompok ketiga tidak setuju. Yang relatif lebih gampang diedukasi adalah kelompok yang masih ragu-ragu.

Dari sisi usia, anak-anak usia dini seperti anak Taman Kanak-Kanak (TK) diakui lebih gampang untuk diedukasi sedangkan yang sudah dewasa relatif sulit. Tantangan yang dihadapi dalam mengedukasi tersebut, dia istilahkan ibarat mengubah zona nyaman orang yang menganggap tidak ada masalah dengan sampah, sehingga jadinya terasa sulit.

Tantangan lainnya juga terjadi, ketika warga sudah memilah sampah dari sumbenya di rumah tangga, namun ketika diangkut oleh jasa pengangkut dicampur lagi di bak truk. Akhirnya masyarakat merasa tidak perlu lagi untuk memilah sampah.  

Senada dengan Komang Suryawan, Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr atau yang lebih populer dengan sapaan Pak Oles, pada rekaman Podcast itu pada prinsipnya juga menyampaikan bahwa lingkungan yang bersih akan memberi kontribusi yang positif terhadap banyak aspek kehidupan seperti terwujudnya lingkungan dan masyarakat yang sehat, serta juga termasuk terdukungnya sektor dunia pariwisata karena wisatawan akan semakin tertarik untuk berkunjung. 

Pak Oles pun merasa bersyukur karena beragam varian EM4 yang diproduksinya semakin dikenal dan diminati berbagai kalangan masyarakat, mulai dari petani, petambak, peternak hingga pencinta lingkungan.https://linktr.ee/em4

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini