Oleh: Dr. Wididana)*
Kebutuhan petani akan pupuk menjadi semakin meningkat. Di lain pihak pupuk kimia yang ada di pasar sering menghilang, karena kehabisan stok, masalah distribusi, transportasi, dan harga yang melambung. Petani juga merasa bingung, karena harga pupuk dan sarana produksi pertanian menjadi semakin meningkat, sehingga harga produksi pertanian meningkat yang tidak diimbangi dengan kenaikan harga produk pertanian yang dihasilkan.
Akibatnya, petani mengalami kerugian. Jika terjadi masa gagal panen, paceklik, musim kering atau hujan yang panjang, maka lengkaplah sudah penderitaan petani, dia mengalami rugi total, seperti orang jatuh tertimpa tangga. Tapi petani adalah manusia gigih yang terus berusaha dan mencoba untuk berjuang menghasilkan produk pertanian yang telah ditekuninya sejak lama.
Untuk memenuhi kebutuhan pupuk petani, secara mandiri dilakukan dengan melatih petani membuat pupuk organik, membuat bokashi dengan Teknologi EM, dengan memfermentasi bahan organik yang dimilikinya, berupa kotoran ternak, limbah pertanian, lumpur kolam ikan, sekam, serbuk gergaji kayu, untuk bahan baku pupuk bokashi.
Konsep membuat pupuk organik dari lahan sendiri disebut dengan daur ulang bahan organik, yang dalam bahasa kerennya disebut sistem pertanian terpadu (integrated farming system). Sebelumnya petani terbiasa membuang atau membakar bahan organik, mereka sangat tergantung dengan pupuk anorganik yang dengan mudah bisa dibeli di pasar. Tapi saat pupuk anorganik (kimia) menjadi semakin mahal dan langka, maka saatnyalah petani belajar dan membiasakan teknik daur ulang limbah organik untuk pupuk organik tanamannya.
Selama empat tahun (1994-1998) pelatihan pembuatan pupuk bokashi dilakukan bekerja sama dengan Badan Pelatihan dan Pengembangan Pertanian dalam proyek P4K (Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Kecil), dan telah berhasil melatih ratusan kelompok tani di seluruh Indonesia untuk belajar membuat pupuk organik Bokashi.
Puluhan KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan) dan pemilik P4S (Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya) melakukan pelatihan dan studi banding ke Pusat pertanian organik Kyusei di Saraburi, Thailand. Konsep pelatihan kepada kelompok-kelompok tani ini disebut Training of Trainer (TOT), sehingga mereka yang telah berhasil dilatih akan menjadi pelatih pertanian organik di daerah pertaniannya.
Dengan aktivitas pelatihan pertanian organik tersebut, Teknologi EM menjadi semakin memasyarakat di Indonesia. Petani, praktisi pertanian dan peneliti mulai tergerak untuk bangkit bersama-sama membangun pertanian organik dengan Teknologi EM.https://linktr.ee/em4
)* Dirut PT Songgolangit Persada.