Seorang petani sedang membersihkan gulma yang mengganggu tanaman talas di Desa Alasangker, Buleleng.

Hanya tanah yang sehat, subur dan mendapat sinar matahari yang cukup mampu memberikan kehidupan terhadap  berbagai jenis tanaman pertanian, perkebunan dan hortikultura untuk kehidupan umat manusia, hewan dan makluk hidup lainnya.

”Bahan pangan hasil pertanian organik berbasis Teknologi Effective Microorganisms 4 (EM4) mampu memberikan kehidupan yang sehat dan kesejahteraan kepada umat manusia,” kata Instruktur EM4 pada Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) Bali, Ir. I Gusti Ketut Riksa yang mencetak pertanian organik dari berbagai darah di Indonesia.

Ia yang juga Staf Ahli PT Songgolangit Persada menambahkan,  hanya tanah yang sehat dan subur sentuhan EM mampu menumbuhkan tanaman yang subur dan sehat bagi kehidupan manusia dan hewan.

Ia mengatakan, dengan pertanian kimia kesehatan manusia maupun hewan semakin lama semakin terpuruk. Degradasi pertanian disebabkan menurunnya tingkat kesuburan tanah, baik secara kimiawi fisik maupun biologi tanah.

Tanah kurus (tandus) menyebabkan produksi pertanian sangat rendah, menyebabkan petani tidak tertarik untuk menggeluti usaha pertanian.

Guna mengembalikan kesuburan lahan pertanian dan mempertahankan organisasi pengairan tradisional dalam bidang pertanian (subak) perlu terus lebih mengintensifkan pertanian organik akrab lingkungan dan tidak lagi menerapkan pertanian kimia.

Tanaman organik jauh lebih kebal dibanding tanaman yang dibesarkan dengan zat kimia, karena pertanian organik secara alami tanaman membentuk banyak plafonoid dalam tubuh seperti fenolat katekin yang berfungsi sebagai antioksidan untuk proteksi diri dari serangan hama penyakit.

Tanaman konvensional selain tidak mengandung unsur kekebalan juga sangat miskin terhadap nutrisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sejak 50 tahun terakhir, kandungan Fe pada bayam mengalami penurunan dari 13 mg menjadi 2 mg.

Setiap 100 gram bahan, vitamin C pada wortel turun dari 13 mg menjadi 4 mg dan pada tomat menurun dari 81 menjadi 41 mg setiap 100 gram bahan, tutur Gusti Riksa.https://linktr.ee/em4

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini