Dr. Wididana: Tuhan Sumber Dari Segalanya

0
144
Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr, Direktur Utama PT Karya Pak Oles Tokcer.

Direktur Utama PT Karya Pak Oles Tokcer, sebuah perusahaan swasta nasional berbasis obat-obatan tradisional yang merupakan terbesar di Bali, Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr menegaskan, kalau anda ingin mencari rejeki, maka datanglah ke sumbernya. Tuhan sebagai sumber dari segalanya.

“Dimana ada bakti di sana ada rejeki, jangan bunuh gurumu dengan kesepian. Beliau pemilik rejeki, maka ke sanalah kita berbakti. Berbakti artinya memberikan pelayanan dengan cinta kasih, bersyukur, bersujud dan berserah diri,” tutur sosok pria enerjik yang akrab disapa Pak Oles.

Alumnus Program S-3 Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, sekaligus guru Yoga Internasional menjelaskan, Catur guru (empat guru) adalah tempat kita melayani, yaitu kepada Tuhan (Guru swadyaya), pemerintah atau pemimpin (Guru wisesa), orang tua (guru rupaka), dan guru sekolah (guru pengajian).

”Orang tua sebagai guru rupaka, bukan saja beliau sebagai pemberi waris genetika (DNA), yang kita dapati dengan berbagai campuran sifat trah dari bapak ibu dan leluhur yang di atasnya, tapi dia adalah guru yang mengajar langsung sejak janin, bayi, remaja, dewasa, sampai menjadi pribadi mandiri,” tutur Pak Oles yang juga alumnus Program Pasca Sarjana (S-2) Faculty Agriculture University of The Ryukyus Okinawa, Jepang (1987-1990).

Dia mengajar kita cara bangun, tidur, makan, minum, kencing, buang air besar, membalikkan badan, tengkurap, telentang, merangkak, berdiri, berjalan, berlari, bermain, mengobati sakit, hidup sehat, membaca, menulis, menyekolahkan, bergaul, menemukan jodoh, menikahkan, memotivasi, menasihati, menjadi pribadi mandiri dan bertanggung jawab. Jika dihitung pelajaran yang diberikan orang tua kepada anaknya, ibarat menghitung jumlah daun gugur yang berserakan di hutan.

Itulah yang jarang disadari oleh anak sebagai murid, penerima ilmu dari guru rupaka. Anak lupa dengan kasih dan pelayanan gurunya, dia sibuk dan asyik menuntut, sibuk menghitung kebaikan dirinya yang hanya secuil daki kuku dibandingkan dengan kasih dan pelayanan guru rupaka yang besarnya segunung.

Dr. Wididana menceritakan, sewaktu ia belajar di sekolah dasar, teringat dengan nasihat guru di sekolah (guru pengajian) yang mengajarkan budi pekerti, dengan nyanyian yang liriknya begini: “Oh ibu dan ayah selamat pagi, ku pergi sekolah sampaikan nanti. Selamat belajar nak penuh semangat. Rajinlah selalu tentu kau dapat. Hormati gurumu sayangi teman. Itulah tandanya kau murid budiman.

Lagu itu dinyanyikan oleh murid sambil berdiri, setiap kali ada pelajaran menyanyi. Lagu itu menjadi nasihat kepada murid untuk berbakti, hormat pada guru, menyayangi teman, rajin dan terus belajar.

Guru rupaka sebagai Guru yang memberikan cinta kasih total selama hidupnya kepada anaknya, ibarat panjang jalan yang tak pernah putus, seperti kata pepatah, “kasih orang tua sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah,” ibarat hutang setumpuk gunung, tak akan terbayar dengan uang sekantong.

Bahkan Budha memberikan nasihat, walau anak menggendong orang tuamu naik-turun gunung sejuta kali, itupun anak tak mampu membayar kasih dan pelayanannya kepada orang tua. Orang tua tidak mengharap balasan kasih dan materi. Dia menginginkan senyuman, kehadiran, penghargaan, penghormatan dan ketulusan.

Dia sudah sangat kenyang dengan asam-garamnya hidup. Di masa tuanya, jangan biarkan dia sendiri kesepian. Karena sepi itu menyakiti, seperti menyayat hatinya dengan sembilu dan menindihnya dengan batu tepat di tengah dadanya, rasanya pasti sangat sakit dan menyesakkan, walau tanpa kata yang keluar dari mulutnya, hanya air mata yang menetes, seperti uap panas yang berkondensasi di padang pasir, airnya menetes dari uap yang sangat panas.

Tentu sangat panas dan menghimpit. Tangan dan hatinya masih terbuka untuk kehadiran buah hatinya, yang sangat kering dengan kerinduan.linktr.ee/pakolescom

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini