Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi salah satu penyebab belum optimalnya produktivitas kakao di Bali. Permasalahan yang sama juga terjadi di seluruh Indonesia, sehingga produktivitas kakao Indonesia belum mampu bersaing di pasar global.
Founder Cau Chocolates Bali, Dr. Ir. I Wayan Alit Artha Wiguna, M.Si menyebutkan terdapat beberapa masalah dalam budidaya kakao, salah satu yang utama adalah SDM dari pengelola perkebunan kakao.
“Mereka memiliki berbagai keterbatasan, terutama dari pengetahuan dan skill,” kata Alit Wiguna saat menjadi narasumber dalam kuliah umum yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa (FP-Unwar) di Denpasar, Sabtu (15/6/2024).
Alit Wiguna yang juga merupakan Penyuluh Pertanian Utama BPSIP Bali menyampaikan, selain keterbatasan SDM, faktor yang juga mempengaruhi produktivitas kakao yaitu karena petani berusaha tani pada tanah kurang baik, intinya tanah kondisi lelah. Kondisi ini diperparah dengan keterbatasan penggunaan pupuk.
Alit Wiguna mengungkapkan, berdasarkan data Indonesia Investments, 90% produksi kakao di Indonesia berasal dari petani dengan keterbatasan finansial dan peralatan. Kondisi ini turut berperan dalam penurunan produksi.
Alit juga menambahkan terdapat beberapa prinsip budidaya kakau yang mesti dilakukan agar mampu berproduksi secara optimal, salah satunya pemenuhan nutrsi atau keseimbangan nutrisi. Tanaman juga memerlukan sinar yang cukup. Kemudian pengendalian hama-penyakit dilakukan secara baik dan selaras dengan alam.
Sementara itu Kepala Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian-Universitas Warmadewa, Dr. Ir. Gusti Bagus Udayana, M.Si menyampaikan, perubahan iklim telah turut mempengaruhi dan menjadi penyebab dari penurunan produktivitas kakao. Selain perubahan iklim, penurunan produkvitas sangat dipengaruhi juga oleh serangan hama.
“Fenomena ini menyebabkan coklat kita belum mampu bersaing di pasar global. Menghadapi permasalahan seperti ini, maka perlu dilakukan inovasi dalam budidaya kakao di tingkat petani,” papar Udayana.
Udayana mengakui permasalahan petani kakao berikutnya adalah pemasaran produk, di mana petani menghadapi akses pasar yang terbatas. Petani pada sisi lain dihadapkan pada harga yang fluktuatif, seperti rendahnya harga pada masa panen.https://linktr.ee/em4