Contoh nyata yang bisa memberikan inspirasi atau ditiru Tempat Pengolahan Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS3R) Bumi Sudha Lestari Desa Sidakarya, Denpasar Selatan, Kota Denpasar melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) setempat membantu masyarakat dengan teknologi Effetive Microorganisms 4 (EM4) satu liter dan alat pengemasan pupuk organik (kompos bag) kepada masing-masing rumah tangga (RT) pelanggan sampah di daerah tersebut.
Banjar adalah pembagian wilayah administratif di Provinsi Bali di bawah kelurahan atau desa yakni setingkat dengan rukun warga. Keluarga Berencana (KB) Sistem Banjar pernah sukses mengantarkan Bali meraih prestasi gemilang di tingkat nasional dalam mengatur dan mengendalikan pertumbuhan penduduk.
Prestasi gemilang Provinsi Bali di era pemerintahan orde Baru pernah menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dalam bidang pelaksanaan program kependudukan, mengatur dan mengendalikan pertumbuhan penduduk.
Penerapan KB sistem banjar mengantarkan Bali untuk selalu menempati urutan teratas tingkat nasional dalam pelaksanaan KB, mengingat keikutsertaan Pasangan Usia Subur (PUS) baik pria maupun wanita menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) sangat menggembirakan.
Meskipun tidak diketahui secara jelas pembagian EM kepada seluruh rumah tangga dalam mengatasi masalah sampah, menciptakan kebersihan dan lingkungan yang lestari. Penduduk Desa Sidakarya yang tersebar di 12 dusun lebih dari 10.000 kepala keluarga (KK), namun pengguna pelanggan sampah di semua dusun baru tercatat 4.850 KK,” seperti yang dituturkan Direktur BUMDes Sidakarya Wayan Tirtayasa.
Saat dikunjungi Kepala Pemasaran PT Songgolangit Persada Cabang Bali, Irkham Rosidi, Manajer Pak Oles Green School, Ir. Koentjoro Adijanto dan tim youtube EM Indonesia Official belum lama ini. Wayan Tirtayasa menjelaskan, baru separuh penduduk Desa Sidakarya yang menjadi pelanggan pengguna sampah sekaligus diedukasi untuk memilah sampah dan mengolah sampah organik menjadi pupuk organik di tingkat rumah tangga.
Separuh sisanya masih terus diedukasi tim terpadu Pemerintahan Desa Sidakarya, dengan harapan mampu menumbuhkan kesadaran. kepedulian dan semangat terhadap lingkungan yang bersih, hijau dan lestari guna mendukung kehidupan sehari-hari yang nyaman.
Ketika ditanya kenapa memilih teknologi EM untuk memfermentasi sampah organik rumah tangga menjadi pupuk organik, Wayan Tirtayasa menjelaskan, EM adalah teknologi yang mudah, murah, hemat energi, ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Sebelumnya pihaknya memperoleh informasi tentang teknologi dari Jepang itu dari teman-temannya yang bekerja di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Denpasar, bahwa produk EM sangat baik kualitasnya untuk misi kelestarian lingkungan.
Terkait sampah organik hasil fermentasi sampah ramah lingkungan sentuhan teknologi EM yang dihasilkan oleh masing-msing rumah tangga diarahkan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dalam mengintensifkan pengembangan pertanian organik di perkotaan Kota Denpasar.
Jika ada rumah tangga yang mampu memproduksi pupuk organik melebihi kebutuhannya sendiri, maka TPS3R melalui Bundes siap membeli dengan harga yang menggiurkan untuk dijual kembali kepada mitra kerjanya.
PTS3R Desa Sidakarya mengelola sampah berbasis sumber rumah tangga yakni masyarakat dididik dan dilatih melakukan pemilahan sampah sejak awal dan sampah organik langsung difermentasi dengan EM menjadi pupuk ramah lingkungan.
Sedangkan sampah anorganik dikumpulkan untuk memberikan nilai ekonomis, karena Pemerintah Desa Sidakarya telah mengintensif program bank sampah sehinga sampah anorganik bisa menghasikan rupiah.
Manfaat dan keuntungan bagi masyarakat dengan adanya TPS3R Desa Sidakarya telah dirasakan oleh masyarakat luas yakni mengolah sampah menjadi pupuk organik sekaligus mendukung pengembangan pertanian organik di Kota Denpasar, sekaligus lebih memantapkan ketersediaan pangan di masing-masing rumah tangga.
Mulai dari diri sendiri
Kebersihan memang harus dimulai dari diri sendiri, lalu menyebar ke kelompok dan lingkungan masyarakat. Orang Indonesia umumnya dikenal sangat bersih, dan rapi, rajin mandi dua kali sehari. Cuaca panas tropis yang membuat gerah tubuh, aktivitas mandi dapat membersihkan dan menyegarkan tubuh.
Apalagi mandi di sungai, sambil berendam dan juga berenang, mandi menjadi semacam terapi air yang menyehatkan. Setelah mandi, badan menjadi bersih, berpakaian bersih, dan berhias diri, kemudian melakukan aktivitas sehari-hari, pergi ke tempat kerja.
Sepulang dari kerja, badan juga harus dimandikan lagi, agar bersih dan segar. Demikianlah kebersihan diri dijaga.Salah satu budaya yang harus dimulai dalam mengelola lingkungan yang bersih dan sehat adalah budaya membuang sampah yang baik. Memang setiap orang atau rumah tangga pasti membuang sampah, karena tidaklah mungkin mereka menyimpan sampah di dalam rumah, karena berbau busuk, seperti yang pernah dijelaskan Direktur Utama PT Songgolangit Persada, Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr, alumnus Program Pasca Sarjana Faculty Agriculture University of The Ryukyus Okinawa, Jepang.
Agen tunggal di Indonesia yang memproduksi EM4 pertanian, EM4 perikanan, EM4 peternakan dan EM4 limbah dan memasarkan ke seluruh provinsi di nusantara mendapat lisensi dari Effective Microorganisms Research organization (EMRO) Jepang.
Membuat sampah tidak bisa secara secara sembarangan, terutama jika tidak ada tempat lagi untuk membuang sampah, khususnya di daerah perkotaan. Di daerah pedesaan dan pertanian juga semakin sulit ditemukan tempat membuang sampah.
Di kebun kebun atau lahan pertanian sudah tidak ada lagi tempat membuang sampah. Got-got dan selokan banyak yang diurug untuk perluasan dan penataan lahan, banyak juga got dan selokan diuruk dengan sampah.
Tempat membuang sampah yang paling gampang adalah di sungai. Budaya membuang sampah tersebut akan memacetkan aliran air di saat hujan, akibatnya bisa diterka, air meluap ke jalan, banjir, polusi sungai, dan laut.
Pengelolaan sampah yang baik harus dimulai dari rumah tangga diangkut menuju tempat pembuangan sementara (TPS), yang berlokasi di tingkat RT atau RW, kemudian diangkut dengan gerobak atau mobil sampah kecil menuju TPS yang lebih besar, selanjutnya diangkut lagi menuju ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk diolah, didaur ulang, dibakar atau ditimbun.
Kenyataannya banyak tidak tersedia Tempat Pembuangan Sementara, sehingga warga mengambil jalan pintas untuk membuangnya, yaitu di tanah-tanah kosong, di sungai dan di selokan. Akibatnya adalah banjir di musim hujan, kerusakan infrastruktur irigasi akibat banjir, munculnya penyakit yang disebabkan oleh tikus, lalat dan nyamuk di musim kemarau, serta air bawah tanah, dan sumber-sumber mata air menjadi terkontaminasi penyakit.
Darimana mulai mengatasi masalah ini. Pertama dibuatkan suatu gerakan budaya membuang sampah pada tempatnya yang tepat, yaitu di TPS. TPS hendaknya dikelola secara swadaya oleh warga untuk bisa diangkut secara berkala setiap pagi hari menuju TPS yang lebih besar, dan selanjutnya tugas Dinas Kebersihan membuang sampah dari TPS yang lebih besar ke TPA.
Di TPS, sampah disemprot dengan EM, untuk mengurangi bau sampah dan mengurangi lalat. Budayakan juga memilah sampah antara organik dan non organik dari rumah tangga.
Limbah dapur, berupa kulit buah, sayur, sisa makanan difermentasi dengan EM di rumahnya sendiri-sendiri, kemudian digunakan untuk pupuk di halaman/ kebun rumah, atau bisa juga digunakan untuk pupuk tanaman dalam pot.
Pupuk dari limbah dapur sangat baik untuk menyuburkan tanah. Dalam skala besar, di masing-masing RT atau RW bisa dibuatkan tempat fermentasi limbah dapur, untuk membuat pupuk dalam skala yang lebih besar, kemudian bisa dipasarkan untuk kebutuhan tanaman pekarangan dan tanaman dalam pot skala rumah tangga.
Daur ulang limbah dapur dalam skala kecil dan juga skala yang lebih besar bisa mengurangi permasalahan sampah. Limbah plastik botol, ember plastik, dan segala jenis plastik yang bisa didaur ulang bisa dikumpulkan untuk diproses kembali di pabrik plastik.
Demikian juga limbah kaca, besi, baja, aluminium, tembaga bisa dikumpulkan untuk didaur ulang di pabrik besi dan kaca. Limbah daun-daun dari pasar bisa didaur ulang untuk pakan sapi. Sedangkan limbah tas plastik yang tipis, yang kurang memiliki nilai jual bisa dibakar.
Limbah-limbah yang cepat busuk bisa ditimbun dengan tanah.
Membuang sampah yang baik adalah budaya, budaya yang baik itu diawali dari pemerintah sebagai guru yang memberi contoh yang baik, minimal memiliki konsep yang baik tentang membuang sampah, yaitu dimana, bagaimana dan mengapa.
Yang artinya, dimana membuang sampah, bagaimana caranya membuang sampah, dan mengapa harus dilakukan membuang sampah yang baik sebagai budaya. Itulah tugas pemerintah, dari tingkat desa sampai tingkat pusat, harus memiliki konsep yang jelas, untuk bisa dicontoh.
Kalau contoh yang baik diberikan, maka contoh yang baik itulah yang ditiru. Kalau contoh yang buruk diberikan, maka contoh yang buruklah ditiru oleh masyarakat.
Ingat, budaya bersih dari lingkungan yang bersih. Jika hanya diri sendiri saja yang bersih, tapi lingkungannya kotor, ibarat tahi kuda, yang terlihat mengkilat di luar, tapi kasar di dalamnya. Dengan teknologi EM solusi atasi masalah sampah, produksi pupuk organik ciptakan lingkungan sehat dan kebersihan.https://linktr.ee/em4