Orang Bali secara empiris hidup sehat, kuat dan berumur panjang, berkat bumbu, boreh dan loloh dari bahan herbal tersebut mengandung bahan obat, yang dikenal dengan antioksidan, obat anti virus, anti jamur, anti bakteri yang sangat baik untuk memelihara kesehatan tubuh tetap prima dalam menekuni aktivitas keseharian.
Masyarakat Bali lintas generasi terbiasa minum air panas herbal, yang disebut dengan teh jahe, teh kunyit, teh daun sirih, teh daun apokat, teh daun delima, teh daun jeben-jeben, teh kayu secang yang warnanya merah-kekuningan, dan sangat nikmat diminum dengan rasa gula.
“Demikian pula penggunaan empon-empon untuk bumbu masak makanan daging sangat banyak dan bervariasi, tujuannya untuk penyedap, aroma, dan menambah lezatnya makanan,” tutur Direktur Utama PT Karya Pak Oles Tokcer, sebuah perusahaan swasta nasional berbasis obat-obatan tradisional terbesar di Bali, Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr yang akrab disapa Pak Oles.
Sosok pria enerjik kelahiran Desa Bengkel, Busungbui, Kabupaten Buleleng itu, mengembangkan tanaman herbal organik mempunyai peluang dan usaha bisnis, karena obat tradisional menjadi alternatif pilihan bagi kebanyakan masyarakat yang tidak mempunyai dampak negatif, sehingga menjadi idola bagi masyarakat Indonesia di masa mendatang.
Budidaya tanaman herbal berkhasiat obat telah dilakukan sejak tahun 1995, atau 28 tahun yang silam di atas hamparan seluas tujuh hektar yang mempunyai koleksi 315 jenis tanaman obat. Ratusan jenis tanaman obat itu dikumpulkan secara bertahap awalnya hanya 107 jenis tanaman, namun setiap saat terus bertambah dari hasil “buruan” ke berbagai pelosok daerah di Bali maupun luar Bali hingga akhir tahun 2000 koleksinya mencapai 315 tanaman berkhasiat obat.
Ratusan jenis tanaman obat itulah menjadi bahan baku Minyak Oles Bokasih, Bokashi Care, Balsem Bokashi, Minyak Tetes Bokashi, Madu Geruh Bokashi dan belasan jenis produk lainnya racikan Pak Oles yang telah dikenal dan dimanfaatkan masyarakat luas di pasaran lokal Bali, nasional dan mancanegara.
Basa berarti bumbu, basa rajang (bumbu yang dicincang halus), basa genep (bumbu lengkap), basa depuk (bumbu apa saja yang ditemukan digunakan, karena kurang bumbu), basa ulig (bumbu yang digerus, dihaluskan), sehingga basa, lakar basa (bahan bumbu) tidak bisa lepas dari dapur, yang dikonsumsi setiap hari.
“Bahkan orang Bali di saat sakit, atau kurang gairah, meningkatkan dosis mengkonsumsi basa ke dalam tubuhnya dengan minum loloh, membalurkan boreh dan menggosok dengan bahan bumbu ke tubuhnya, sampai sehat,” tutur Program Pasca Sarjana (S-2) Faculty Agriculture University of The Ryukyus Okinawa, Jepang (1987-1990).
Pak Oles menjelaskan, obat tradisional yang diracik dari berbagai jenis tanaman herbal yang tumbuh liar disembarang tempat dimanfaatkan masyarakat turun temurun untuk mengatasi keluhan penyakit, maupun sekedar memelihara kesehatan agar tetap prima dalam menekuni aktivitas keseharian. Berbagai jenis tanaman herbal yang tumbuh liar itu kini mulai dibudidayakan dalam lingkungan rumah tangga, atau dalam skala lebih luas, sehingga begitu diperlukan tinggal memanfaatkan.
“Ilmu yang didapat dari praktik langsung sangatlah tinggi nilainya, seperti dikatakan bahwa: seribu teori dikalahkan dengan satu praktik. Ilmu pengetahuan empiris, yang dipraktikkan langsung secara turun-temurun sejak jaman nenek moyang, seperti ilmu pengetahuan obat tradisional termasuk pratyaksa pramana, kebenarannya sangat tinggi, karena telah teruji dipraktikkan,” ujar Pak Oles.linktr.ee/pakolescom