Oleh: Ir. Gusti Ketut Riksa *)
Saat saya merenungi jalan hidup, saya takjub, bagaimana prilaku keseharian sampai terjadi seperti yang sakarang ini, padahal hidup saya sekarang termasuk pas-pasan sedangkan umur saya sekarang sudah berkepala delapan.
Di waktu negara kita sedang mengagung-agungkan teknologi kimia di pertanian, malah pikiran saya beralih pada teknologi “alam” yang sekarang dikenal sebagai pertanian organik, padahal saat itu saya sedang menjadi dipercaya menjabat Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bangli, Bali yang mana program-program semuanya menggunakan teknologi kimia.
Sebagai kepala dinas tentulah selalu harus mengikuti program pemerintah. Pikiran organik itu mungkin dipengaruhi oleh kondisi kesehariannya sejak kecil, dalam menemani orangtua bertani secara tradisional.
Yang saya kemukakan dalam istilah tradisional itu salah satunya adalah sagala sesuatunya dilakukan secara “swadaya”, tidak ada satupun sarana prasana pertanian yang harus dibeli. Oleh sebab itu produksi yang diperolah saat panen terasa sangat mencukupi.
Menjelang pensiun sebagai kepala dinas, saya ditelpun oleh seorang sahabat yang bekerja di Badan SDM Departemen Pertanian (Deptan) Jakarta, menawarkan kepada saya menjadi konsultan Proyek Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) untuk wilayah Bali. Tentu tawaran itu saya sambut gembira, dengan hati tergugah, tanpa saya berbicara nampaknya teman saya itu sudah mengerti maksud saya, beliau langsung meresponnya, hanya minta CV saya untuk memenuhi syarat lamaran.
Hanya dengan CV saja saya diterima sebagai konsultan proyek P4K tanpa testing padahal SK persetujuannya dari UNDP. Enam bulan kemudian penyandang dananya berpindah ke IFAD. Setahun kemudian penyandang dananya pindah lagi ke ADB dan IFAD. Inipun semuanya diselesaikan seluruhnya oleh teman baik saya. Saya tidak pernah ikut testing, tidak pernah memberikan dalam bentuk apapun kepada teman saya itu.
Beliau benar-benar menbantu saya tanpa pamrih. Beliau bernama Bapak Tonton Wahyu yang selalu saya kenang kebaikannya. Terima kasih ya Tuhan, terima kasih pak Wahyu yang meyelamatkan saya menjelang titik balik kehidupan.
P4K telah memberikan kesempatan kepada saya untuk magang ke APNAN yang berkedudukan di Saraburi-Thailand; di APNAN saya menemukan berbagai pengetahuan/mujizat yang saya lakoni sepanjang sisa hidup. Setelah proyek P4K selesai segera saya diajak oleh Bapak Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr untuk mengembangkan Teknologi EM sebagai staf ahli EM. Sampai sekarang kami sekeluarga dihidupi oleh EM.
Untuk teman-teman sealiran saya himbau:
Satu. Pelajarilah hukum alam sebanyak banyaknya dengan jujur, terapkan dan hubungkan dengan praktek nyata sehari-hari, kalau tidak demikian, apa yang dipelajari hanya akan menjadi pengetahuan dan theori, orang lain tidak bisa meniru/mengikutinya.
Dua. Alangkah pentingnya bertemu dengan orang, masalah, benda dan obyek: pertemuan itu menjadi penting karena dengan melihat lukisan indah kita bisa menjadi pelukis, melihat piano warisan yang ada di rumah, bisa menjadi penyanyi, melihat gamelan sejak kecil bisa menjadi penabuh dan penari.
Himbauan di atas harus didasari keyakinan, tujuan, arah yang tak tergoyahkan, dengan demikian pastilah kita akan memperoleh hasil yang lebih baik.https://linktr.ee/em4
*) Staf Ahli PT Songgolangit Persada dan Instruktur EM pada Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) Bali.