
Oleh: Darma Dipta
Syukur KKB 80 (Kedek Kedek Bareng 80) tidak hidup di jaman orde baru berkuasa. Mungkin bila eksis saat itu, sudah dilabeling sebagai Organisasi Tanpa Bentuk (OTB). Sebuah istilah yang berkonotasi negatif, terutama terhadap rezim yang tembok saja punya telinga saat itu.
Betapa tidak? Grup WA alumni SMAN 1 Singaraja yang beranggotakan 100 orang lebih ini sangat aktif, nyaris 24 jam saling sapa sesama teman alumni yang sudah menyentuh usia paling muda 62 tahun. Rata-rata sudah berusia 63 tahun di tahun 2023 ini.
Selain sapaan-sapaan lewat layar sentuh, sudah tentu sesekali mengadakan kopi darat (istilah kekiniannya) atau reuni istilah kekuno-annya. Bila reuni sekitar dua tahun yang lalu mengambil tajuk The Survivor, reuni tahun ini (30 September 2023 – 01 Oktober 2023), mengambil Tag Line yang sedikit berbau peduli lingkungan Go Green: 4 Re; Reuse, Reduce, Recycling, dan Reuni.
Walau tidak melakukan aksi sosio-ekologis, paling tidak tema ini bertujuan untuk mengingatkan sesama alumni agar punggung kita tidak mengotori “dinding tembok” tuan rumah saat kita bersandar, yang saat ini kembali sahabat kami Pak Oles, peramu minyak oles bokashi dan pemegang lisensi produk EM4 (Efektif Mikroorganism 4) untuk Asia Tenggara, menyediakan tempat di Villa IPSA (Institut Pengembangan Sumber Daya Alam), yang sekaligus juga tempat pabrilk minyak oles bokashi dan EM4, di desa sejuk Bengkel (bukan bèngkèl ya), Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Bali Utara.
Walau peserta reuni saat ini tidak sebanyak reuni sebelumnya, karena sebagian yang sudah mendaftar sekonyong-konyong tidak bisa hadir karena ada tugas negara dan tugas adat yang memanggil. Berita baiknya adalah, jumlah The Survivor yang tercatat dua tahun yang lalu tidak berkurang, paling tidak, tidak ada berita lelayu yang masuk ke grup WA KKB 80 selama dua tahun ini.
Sebagai usia yang sudah masuk katagori lansia, sudah tentu berita seperti ini sangat kami syukuri, karena kami masih diberikan kesempatan untuk menikmati udara segar bersama para sahabat.
Berita baik lainnya adalah, ada yang baru pertama kali ikutan reuni setelah 43 tahun lebih terpisah sejak tamat SMA tahun 1980 silam, yang satunya berdomisili di Cimahi, yang ternyata ahli di bidang kelayakan terbang pesawat udara, dan yang satunya lagi “mengasingkan” diri di salah satu desa sejuk di Bali, karena dia adalah pegiat lingkungan yang sangat aktif ikut “menjaga” lingkungan untuk bisa diwariskan kepada anak cucu kita.
Keduanya sama-sama alumni ITS. Mereka kita kasi kesempatan untuk memberikan “oleh-oleh” selama mereka terpisah selama 43 tahun. Ternyata, dari seorang Wayan Jardana, kami tahu bahwa moda transportasi yang paling aman adalah pesawat udara. Kata dia, bahkan jikalau semua mesin pesawat terbang semuanya mati pun, pesawat masih bisa landing dengan selamat di darat maupun di laut.
Cerita ini tentu bukan isapan jempol, karena ini dibuktikan secara ilmiah dan secara empiris: dia pernah ikut di dalam pesawat yang mesinnya dimatikan saat mendarat ketika melakukan uji coba kelayakan pesawat buatan IPTN. Cerita lain dari pegiat lingkungan, sahabat kami De Meranggi, yang sebetulnya alumni ITS jurusan teknik mesin, yang setelah pangsiun mengabdikan dirinya di kegiatan lingkungan, bisa bercerita banyak tentang pohon-pohon yang ternyata di dalamnya ada “sungai-sungai” kecil yang mengalirkan air kehidupan untuk bumi beserta seluruh isinya.
Begitulah kegiatan kami di reuni kali ini, reuni yang berlangsung dalam suasana sersan yakni serius sambil santai, yang berfungsi untuk re-charging “batere” kami yang semakin redup, untuk saling mengingatkan bahwa “sampah” itu tidak sehat. Baik “sampah” batin, maupun “sampah” lahiriah.
“Sampah” batin kami dibersihkan Oleh Ibu Lidya dan Ibu Tisnawati dengan kegiatan yoga di minggu pagi yang segar. Kedua orang adik Pak Oles ini selalu gercep ikut aktif “menjamu kami. Sementara “sampah” lahiriah kami wujudkan dengan membawa tas goody bagi untuk membawa kembali sampah-sampah yang kami ciptakan sendiri dan juga dengan membawa tumbler dari rumah masing-masing agar tidak membawa botol plastik ke tempat reunian.
Tidak lepas juga dari pengamatan kami, dari lokasi yang lebih tinggi dari tempat kami yoga, nampak kedua orang tuanya Pak Oles yang sudah menginjak uia 93 tahun, menyaksikan kami ber-yoga-ria dari kejauhan. Ayah (Ketut Sudana) dan Ibundanya Pak Oles (Luh Sriwati),
Hingga saat ini masih aktif bermeditasi setiap subuh, membaca, menonton televisi, dan berkebun tipis-tipis memelihara tanaman-tanaman dalam pot.
Sebuah pola hidup yang sangat sehat, yang membuat kami “iri”. Kami mencoba menerka-nerka apa yang ada dalam benak beliau. Bisa jadi ini wujud terima kasih kepada putera-puterinya: “Terimakasih ya Nak… Kalian telah melakukan hal yang bermanfaat selama ini kepada sekitar: mengelola sumber daya alam dengan baik dan memberi ruang kepada teman-temanmu saling bersapa. Teruskan kebaikanmu ini Nak….”.linktr.ee/pakolescom