Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Indonesia, Dewi Ranny Pertiwi Zaman memberikan apresiasi dan menyambut baik kalangan perhotelan di Bali menyuguhkan minuman jamu (welcome drink) kepada pelancong, wisatawan mancanegara dan nusantara yang menginap di hotel berbintang tersebut.
“Bali sebagai daerah tujuan wisata utama di Indonesia, melakukan terobosan luar biasa dengan harapan kunjungan wisatawan kembali normal seperti sebelum pandemi Covid,” kata Dewi Rani ketika menghadiri Lokakarya (Workshop) di Hotel Puri Ayu, Jalan Sudirman Denpasar melibatkan 100 peserta pelaku usaha bisnis herbal, Kamis (15/9/23).
Lokakarya yang menampilkan sejumlah pembicara digelar Dewan Jamu Indonesia bekerja sama dengan GP Jamu untuk mendorong masyarakat luas termasuk wisatawan mancanegara dalam menikmati liburan di Indonesia senang minum jamu untuk kesehatan.
Sementara Ketua DPD Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Provinsi Bali Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr yang juga Direktur Utama PT Karya Pak Oles Tokcer, sebuah perusahaan swasta nasional yang berbasis obat-obatan tradisional yang merupakan terbesar di Bali juga tampil sebagai pembicara dengan kertas kerja berjudul “Prospek Loloh Bali untuk Industri Produk Kesehatan Masyarakat”.
Dr. Wididana yang akrab disapa Pak Oles sudah menjabat Ketua DPD GP Jamu Provinsi Bali selama dua priode berhasil melakukan terobosan untuk menjadikan loloh Bali (jamu) dari Bali untuk Indonesia dan dunia.
Bahkan gerakan minum jamu dan cinta jamu nasional untuk pertama kalinya digelar DPD GP Jamu Bali di Lapangan Bajra Sandhi Niti Mandala Renon Denpasar, 30 Juli 2017, atau lima tahun silam sempat dihadiri Dirjen Pelayanan kesehatan Tradisional Kementerian Kesehatan Menarwati, Spt.
Kekayaan budaya jamu Indonesia menurut Dr. Wididana sudah dikenal lebih dari 1.800 tahun yang silam, artinya sebelum Kerajaan Salaka Negara, sebuah kerajaan yang sangat makmur yang berarti negeri Perak di Kutai, Kalimantan Timur.
Pada sekitar tahun 130 dibawah kepemimpinan Dewawarman yang diperkirakan sebagai kerajaan Hindu Budha pertama di Indonesia. Pada abad IV kerajaan itu beralih ke pemimpin Taruma Negara terus Kalingga (abad VI), Sriwijaya (VII), Syailendra (abad VIII), Sunda (abad X), Majapahit (abad XIII) dan Malapura (abad abad XV) serta sejak abad XIII diteruskan oleh kerajaan Islam dalam bentuk kesultanan ke seluruh penjuru bumi nusantara.
Dr. Wididana alumnus S-3 Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar menjelaskan, sejarah panjang kerajaan Hindu-Budha dan Hindu-Islam lebih dari 1800 tahun itu, suku-suku di Nusantara selalu ingat, baik melalui lontar, cerita lisan dan nasihat para leluhur seputar pengobatan tradisional yang kini lebih dikenal dengan sebutan jamu.
Loloh Bali yang kini disuguhkan kepada wisatawan mancanegara dan nusantara yang menginap di hotel-hotel berbintang saat mereka liburan (berwisata) di Bali berupa jus ekstrak tanaman herbal, secara tunggal/kombinasi herbal yang dilarutkan dalam air untuk tujuan memelihara kesehatan, menyembuhkan penyakit dengan diminum.
Sedangkan jamu adalah kombinasi bahan herbal, atau akar kulit, daun, bunga, buah dari bahan kering/segar, bahan serbuk/simplia dilarutkan dalam air, madu, alhohol, cuka untuk memelihara kesehatan dan menyembuhkan penyakit.
Jenis jamu tersebut terdiri atas jamu, loloh, jamu gendong, jamu serbuk, lulur, jamu godog, lulur, balur, masker dan boreh. Sedangkan loloh yang diminum itu untuk mendinginkan, menghangatkan badan, membangkitkan energi, menenangkan diri meningkatkan nafsu makan, melancarkan pencernaan/kencing, menyetop diare dan obat batuk/flu, tutur Dr. Wididana yang juga pelopor pertanian organik berbasis Effective Microorganisms.linktr.ee/pakolescom