Manusia umumnya tidak bisa berbuat lebih baik dari pada apa yang telah dirancang alam, dan hasil temuan baru yang dinilai lebih menguntungkan, efisien, namun prosesnya tidak sesuai dengan hukum alam, maka keberuntungannya hanya bersifat sementara.
“Cepat atau lambat bisa berubah menjadi kerugian di tempat lain, dan akan jauh lebih rugi dari pada yang telah diperoleh sebelumnya,” kata Staf Ahli PT Songgolangit Persada, Ir. I Gusti Ketut Riksa.
Ia yang juga Instruktur Effective Microorganisme (EM) pada Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) Bali menilai, teknologi EM hasil temuan Prof. Dr. Teruo Higa, guru besar bidang hortikultura University of The Ryukyus Okinawa, Jepang adalah teknologi yang tidak bertentangan dengan alam.
Teknologi yang mudah, murah, hemat energi, ramah lingkungan dan berkelanjutan hanya mendaur ulang limbah organik berbasis mikro organisme yang ada di alam.
Oleh sebab itu teknologi EM merupakan teknologi alam yang aman, nyaman terhadap lingkungan serta mudah diterapkan oleh siapa saja di alam semesta ini.
“Kiranya umat manusia dapat segera memahami, bahwa bumi dengan segala isinya termasuk manusia tengah dalam perjalanan menuju kehancuran. Dalam sektor pertanian, sejumlah kalangan masyarakat mulai menyadari tentang telah dan sedang terjadi percemaran di bumi, antara lain dipicu oleh pertanian kimia,” tutur Gusti Ketut Riksa.
Oleh sebab itu bermunculan slogan antara lain kembali ke alam (back to nature), bangkitkan pertanian berkelanjutan, pertanian akrab lingkungan dan pertanian organik.
Dengan cara itu semoga tanah, air dan udara secara bertahap mengalami regenerasi, revitalisasi dan rejuvinasi agar semua makluk dapat hidup secara aman dan nyaman.
Gusti Riksa menambahkan, meski demikian penggunaan pupuk dan racun kimia hingga kini masih terus terjadi, bahkan semakin tidak terbendung.
Hal itu perlu kesadaran dari semua pihak, termasuk pengusaha dan pengambil kebijakan dan keputusan untuk segera menerapkan pertanian organik agar penyebab kehancuran dan pencemaran lingkungan dapat ditekan sekecil mungkin.
Pertanian organik berbasis teknologi EM menjadikan bumi dengan segenap isinya mengalami perubahan, namun semua hal itu keberadaannya bersifat alami akan tetap lestari dan stabil dibanding buah rekayasa manusia yang tidak alami,” ujar I Gusti Ketut Riksa.https://linktr.ee/em4