Indonesia dalam menerapkan teknologi Effective Microorganisme (EM) untuk berbagai aspek kehidupan dinilai sangat ketinggalan dibandingkan sejumlah negara lainnya di belahan dunia yang sudah maju dalam melaksanakan proyek-proyek pemerintah skala besar dengan teknologi ramah lingkungan dan berkelanjutan.
“ Prof. Dr. Teruo Higa, guru besar bidang hortikultura University of The Ryukyus Okinawa, Jepang menemukan teknologi EM tahun 1980 atau 43 tahun yang silam, namun kita masih sangat ketinggalan dalam penerapannya dibandingkan sejumlah negara lainnya,” kata Instruktur EM pada Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) Bali, Ir. I Gusti Ketut Riksa.
Selesai melatih Semuel Achitopel Fahik bersama istrinya Nyonya Dies Susianawati dalam kegiatan pelatihan pertanian organik berbasis EM dari Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT), ia menambahkan, sejumlah negara maju seperti Jepang, Korea dan Thailand telah menggunakan EM untuk menjernihkan air laut maupun limbah kota.
Dengan semakin banyaknya petani dan masyarakat tertarik mengembangkan pertanian organik berbasis EM, ke depan diharapkan Indonesia mampu menerapkan EM dalam semua aspek kehidupan, sekaligus mengejar ketertinggalan selama ini, mengingat aplikasinya sangat mudah dan murah.
Sementara teori tentang EM dinilai sangat sulit sehingga lebih banyak orang senang mendengarkan tentang informasi atau rekaman pandang dengar (vedeo) di media sosial (medsos) maupun youtube tanpa mengetahui secara jelas latar belakang ilmunya.
“Kalau kita mengenal EM secara lebih mendalam akan semakin tertarik untuk menerapkan pertanian organik, yang prosesnya sama dengan dikerjakan oleh alam, sehingga mampu melestarikan bumi dengan teknologi EM,” ujar Gusti Riksa. Teknologi EM merupakan teknologi alam yang aman, nyaman terhadap lingkungan serta mudah diterapkan oleh siapa saja di alam semesta ini.
Oleh sebab itu umat manusia diharapkan segera memahami, bahwa bumi dengan segala isinya termasuk manusia tengah dalam perjalanan menuju kehancuran. Dalam sektor pertanian, sejumlah kalangan masyarakat mulai menyadari tentang telah dan sedang terjadi percemaran di bumi, antara lain dipicu oleh pertanian kimia.
Teknologi EM yang diteliti selama 12 tahun (1968-1980) berujung pada misi besar untuk melestarikan lingkungan yang telah diterapkan oleh sebagian besar negara-negara di belahan dunia.
Prof. Teruo Higa meneliti kelompok bakteri yang berguna dengan tujuan untuk memelihara dan mengembangkan agar mampu hidup bersaing dan menang melawan kelompok yang merugikan.
Selain itu bakteri tersebut mampu membuat nutrisi atau zat-zat bioaktif yang diperlukan oleh semua makluk hidup. Untuk itu pria kelahiran 15 Mei 1942 di Okinawa, Jepang memilih mikroba berdasarkan dampaknya terhadap kesehatan manusia dan kesehatan lahan pertanian.
Kelompok pertama yang berguna sekaligus sebagai sahabat manusia, kelompok ini dikumpulkan Prof Higa yang berasal dari lima kelompok, sepuluh genus dan jumlahnya sekitar 80 spesies dalam sebuah formula yang disebut EM.
Kelima kelompok tersebut meliputi bakteri asam laktat, actinomycetes, fotosintetik, ragi dan cendawan fermentasi. Kelompok kedua berupa mikroba merugikan yang lebih dikenal dengan sebutan pathogen dan kelompok ketiga berupa mikroba yang bersifat netral.
Dari ketiga kelompok bakteri tersebut Prof Higa menitikberatkan perhatian penelitian pada kelompok pertama. Mikroba yang berguna bekerja berdasarkan proses fermentasi dengana hasil de-ion seperti glukosa, ahkohol, ester, asam amino, asam nukleat, hormon, enzim dan anioksi.
Inti kekuatan EM terletak pada bakteri fotosintetik, bakteri yang lebih dikenal sebagai bakteri yang abadi tahan hidup pada suhu di atas 1000 derajat celsiun, ujar Gusti Ketut Riksa yang juga staf ahli PT Songgolangit Persada, agen tunggal yang memproduksi dan pemasarkan EM4 di Indonesia.https://linktr.ee/em4