Mokichi Okada, yang menjadi cikal bakal pertanian organik di Jepang yang sempat menderita berbagai penyakit seperti sakit mata, tenggorokan, paru-paru, perut, demam, tipus dan jantung akhirnya dapat menyembuhkan sendiri penyakitnya dengan pantang mengkonsumsi daging (vegetarian) melalui pertanian ramah lingkungan.
“Pertanian akrab lingkungan diyakni mampu menghasilkan makanan sehat dan bersih yang bisa meningkatkan getaran rohani ke tingkat yang lebih tinggi” kata Staf Ahli PT Songgolangit Persada, Ir. I Gusti Ketut Riksa yang juga instruktur Effective Microorganisms (EM4) IPSA Bali.
Mokichi Okada mampu menyembuhkan dirinya sendiri dari penyakit yang gawat akhirnya tahun 1942 bersama JL Rodale mengeluarkan konsep tentang tanah sehat. Mereka mengungkapkan sebagai akibat dari penggunaan pupuk kimia tanah pertanian telah menjadi hamparan lahan-lahan pertanian yang sakit.
Bagi mereka hanya tanah yang sehat mampu menumbuhkan tanaman yang sehat, hanya tanaman yang sehat dapat memberikan kesehatan kepada umat manusia.
Gusti Ketut Riksa menjelaskan, sebuah kesimpulan sederhana yang mudah dimengerti oleh kebanyakan umat manusia di berbagai negara di belahan dunia, seiring pejalanan waktu, kesimpulan Mokichi Okada-JL Rodela menjadi sebuah bukti kebenaran.
Jika sebelumnya Mokichi Okada harus rela menerima teror, dibenci dan dikucilkan namun sejumlah kalangan hingga sekarang tetap menghormatinya, bahkan lokasi makamnya menjadi salah satu tempat yang banyak menyedot perhatian umat manusia dari belahan dunia untuk mengunjunginya.
Gusti Ketut Riksa menjelaskan, makluk kasat mata yang disebut mikroba di abad ke-20 ini mendapat perhatian dunia karena memiliki kemampuan yang luar biasa hebat, bahwa tanaman, hewan dan manusia bisa hidup berkat mikroba.
Kehidupan mikroba bisa ditemui di mana-mana dari lubang kepundan gunung merapi di dasar laut, timbunan es, semua permukaan kulit bumi bahkan dalam tubuh manusia mikroba secara bersama-sama telah membentuk sebuah kehidupan.
Mikroba dapat hidup pada suhu yang tinggi, suhu rendah, kadar garam yang tingi kadar gula yang tinggi, rendah. Mikroba hidup dalam populasi dan kepadatan yang tinggi.
Manusia hidup di tengah lautan mikroba, berperang melawan mikroba sudah waktunya diakhiri dan diganti dengan hidup berdampingan dengan mikroba, ujar Gusti Ketut Riksa.