Pakar pertanian organik, Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr menegaskan, pembangunan pertanian perkotaan (urban farming) sentuhan teknologi Effective Microorganisms (EM) mampu menghasilkan produk pertanian yang berkesinambungan untuk memenuhi keperluan dapur masing-masing rumah tangga.
“Berbagai jenis komoditas di lahan sempit, menggunakan media pot beserta sedikit tanah dapat ditanami sayur mayur, cabai, empon-empon dan jenis kebutuhan dapur lainnya, bisa dipanen secara terus menerus,” kata Gede Ngurah Wididana yang juga Direktur Utama PT Songgolangit Persada pada webinar mengusung tema “Pengembangan Pertanian Perkotaan” yang digelar Fakultas Pertanian Universitas Nasional (Unas) Jakarta, baru-baru ini.
Dr. Wididana yang juga akademisi Universitas Nasional Jakarta dalam webinar yang dipandu dosen Unas Ir, Inkorena GS Sukartono, M.Agr menilai, penggunaan EM sangat mudah, murah, hemat energi dan ramah lingkungan.
Penggunaan EM itu juga dapat disertai dengan upaya mengembangbiakkan cacing sehingga tanah menjadi cepat gembur, pupuk mudah diserap oleh perakaran, tanaman menjadi tumbuh subur.
Upaya masyarakat perkotaan mewujudkan ketahanan pangan di masing-masing rumah tangga mempunyai peranan yang sangat strategis untuk mewujudkan ketahanan pangan.
Upaya dan terobosan itu perlu dukungan semua pihak, karena penduduk Indonesia terus bertambah, tidak sebanding dengan upaya meningkatkan produksi pertanian dan pada sisi lain lahan pertanian semakin menyempit (berkurang) dan jumlah kelaurga petani juga semakin merosot.
Penduduk Indonesia sekarang tercatat 270,20 juta jiwa, diperkirakan dalam tahun 2045 akan meningkat menjadi 400 juta jiwa, sementara lahan pertanian semakin berkurang akibat beralih fungsi untuk kegunaan sektor pembangunan lainnya seperti perumahan, jalan dan fasilitas sosial lainnya.
Rumah tangga petani di Indonesia selama ini setiap tahunnya berkurang 5 juta kepala keluarga (KK) akibat beralih ke sektor lain, dari 31 juta menjadi 26 juta KK.
Jika hal itu berlangsung secara berkesinambungan tanpa ada solusi, maka suatu saat nanti petani di Indonesia bisa habis, sehingga tidak ada lagi masyarakat yang menggeluti usaha pertanian.
Oleh sebab itu pertanian perkotaan dituntut mampu menjadi gerakan sosial masyarakat kota untuk mampu mewujudkan ketahanan pangan, minimal dalam lingkungan keluarganya masing-masing, harap Dr. Wididana.