Oleh: Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr *)
Kalimat itu membikin bingung, tapi demikianlah adanya. Semua yang pernah ada akan menjadi tidak ada, dan sekarang yang ada berasal dari tidak ada.
Demikian antara yang ada dan tidak ada terus bergulir, menjadi ada-tidak ada-ada, sampai manusia bingung mencari yang ada dan tidak ada. Dia mengabaikan yang ada, dan terus mencari yang tidak ada.
Seperti mencari inti bawang merah dengan terus mengupas kelopak demi kelopak umbi bawang, dan di dalam umbi bawang tidak ditemukan inti bawang. Inti bawang yang dicari adalah bawang itu sendiri, tidak perlu dicari, dia bisa dirasakan, dicium, dilihat dan digenggam.
Ada itu adalah sekarang, nikmati, rasakan, rayakan, syukuri. Kemarin sudah tidak ada dan besok belum tentu ada. Leluhur yang ada itu yang terlihat ada, yang masih hidup, ayah, ibu, nenek, kakek, sampai kumpi, jika mereka masih hidup.
Jika mereka sudah meninggal, dia sudah menjadi tidak ada, sudah hilang dari bumi, menyatu dengan ketiadaan, dengan alam yang tak terpikirkan.
Saat mereka hidup, dia harus kita layani, syukuri, dan dinikmati kebersamaannya, dengan berbakti. Saat mereka sudah tidak ada, baru kita sadar bahwa dia sudah berada dalam alam ketiadaan, dan pikiran kita terus mengenang, ingin melayani, bersyukur dan berbakti, hanya dalam kenangan, dalam dunia yang berbeda, antara ada dan tidak ada.
Jangan tunda berbakti, bersyukur dan melayani mereka, selagi mereka hidup. Upacara yang terbesarpun belum bisa membalas jasanya yang telah memberikan pelayanan kepada generasi selanjutnya, dengan tulus dan kasih, tanpa pamrih.
*) Direktur Utama PT Karya Pak Oles Grup dan Alumnus S-3 Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar.