Pertanian organik lebih unggul dalam melestarikan kesuburan lahan, karena kesuburan tanah sangat tergantung dari jumlah biota yang terkandung di dalamnya termasuk mikroorganisme.
“Dalam satu sendok (6 gram) tanah yang subur mengandung mikroba yang jumlahnya lebih banyak dari jumlah penduduk dunia, setiap 100 meter persegi (satu are) luas tanah yang subur mengandung 0,5 ton mikroba, satu ton cacing tanah dapat menghasilkan kascing (bekas cacing) berhumus,” kata Staf Ahli PT Songgolangit Persada, Ir. I Gusti Ketut Riksa.
Ia yang juga instruktur Effective Microorganisms (EM4) untuk pertanian organik pada Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) Bali di Desa Bengkel, Buleleng yang kini berubah status menjadi Yayasan Gede Ngurah Wididana (GNW) menjelaskan, mikroba memiliki peranan penting (power) di dalam tanah.
Dengan demikian tanah yang subur menumbuhkan tanaman yang bernutrisi tinggi, Tanaman yang bernutrisi tinggi tersebut jika dikonsumsi oleh manusia akan memberikan kesehatan dan umur panjang.
Jadi pertanian yang dikelola secara konvensional, maka makluk-makluk yang tidak kasat mata seperti cacing, mikroba dan lain-lain akan mati. Lalu siapa lagi yang bisa menciptakan kesuburan lahan.
Dengan memasukkan mikroba ke dalam tanah akan terjadi pengayaan nutrisi dari yang sebelumnya tidak ada menjadi ada. Mineral mikro sangat diperlukan oleh tanaman, sedangkan pemupukan padi dan tanaman budidaya lainnya belum pernah menggunakan unsur mikro yang beragam.
Dengan demikian pertanian kimia sangat miskin dengan unsur mikro, enzim dan berbagai senyawa lain. Semakin lama lahan itu dikelola dengan pupuk kimia kemiskinan hara tanah semakin parah. Selain membunuh mikro, tanah akan kehabisan zat bioaktif mikronutrisi dan senyawa esensil lain, tutur Gusti Ketut Riksa.https://linktr.ee/em4 #EM4