Petani yang menggunakan bahan organik kaya akan sumber kehidupan (Bokashi) sebagai pupuk organik terhadap tanaman padi selama tiga kali musim tanam secara berturut-turut akan terjadi perubahan secara nyata terhadap kesuburan tanah sawah yang menjadi lahan garapannya.
“Semua itu mampu memberikan kesejahteraan yang lebih baik dikemudian hari, yang ditandai dengan lahan olah semakin dalam, sehingga pematang-pematang sawah harus ditinggikan,” kata Staf Ahli PT Songgo Langit Persada (SLP), Ir. I Gusti Ketut Riksa di Denpasar.
Mantan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bangli yang juga instruktur pada Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) Bali yang berlokasi di Desa Bengkel, Busungbiu, Buleleng menambahkan, meninggikan pematang sawah itu sangat diperlukan karena kandungan bahan organik bertambah. Selain itu, kandungan udara dalam tanah juga meningkat dan tanah semakin kuat untuk memegang air.
Tanaman padi akan tumbuh subur dengan rumpun yang lebih besar, anakannya banyak, malainya panjang dan bulir padi yang bernas secara persentase lebih banyak. Tanaman padi menjadi lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
Demikian pula gabah yang dihasilkan menjadi lebih berat dan bulir padi sudah siap panen, meskipun daun benderanya masih hijau. Yang penting masyarakat akan dapat mengkonsumsi beras organik, bebas kimia dan bernutrrisi tinggi.
Ternak sapi dan kerbau yang makan jeraminya menjadi lebih sehat. Semua makluk bisa hidup sehat dan berbahagia. Pertanian dan subak di Bali dapat diselamatkan dari kehancuran, ujar I Gusti Ketut Riksa.
Sementara itu, Ketut Arianata (51) merupakan petani di Desa Jatiluwih, Penebel, Tabanan yang telah memanfaatkan kotoran ternak sapi yang dipeliharanya menjadi pupuk organik bokashi untuk memupuk berbagai jenis tanaman di kebun maupun sawah seluas delapan hektar. Dalam sehari bisa terkumpul sebanyak 75 kg kotoran sapi dari 5 ekor ternak sapi yang dipeliharanya.
Suami dari Ni Nengah Yuniari (45) mengatakan, untuk membuat pupuk organik bokasi cukup sederhana yaitu dengan campuran 40 persen kotoran hewan sapi dan 60 persen serasah/sampah organik ditambah EM4 dan molase/gula dicampur merata dengan kadar air 30 persen, bila adonan dikepal bisa megar kembali, selanjutnya difermentasi selama satu minggu baru diaplikasikan
Secara berkesinambungan pupuk organik buatan yang kaya manfaat tersebut diaplikasikan pada kebun dan sawah yang diolahnya. Arianata mengatakan sudah sejak tahun 2010 atau 12 tahun silam memanfaatkan kotoran ternak khususnya sapi yang difermentasi dengan EM (Effektive Microoganisme) teknologi dari Jepang.
Dengan rutin mengaplikasikan produk EM4 dari PT Songgolangit Persada hasil panen padi dan kebun juga terus mengalami peningkatan. ”Ternak sapi juga saya berikan EM4 sehingga pencernaanya lebih sehat dan kotoran tidak mengeluarkan bau menyengat” ujar pria yang pernah bekerja sebagai accounting di Hotel Best Western Kuta, Badung ini. https://linktr.ee/em4 #EM4