Sejumlah petani padi di Kecamatan Buleleng, Kecamatan Sukasada dan Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng mulai mengembangkan tanaman talas ketika debit air untuk mengairi lahan persawahan semakin kecil.
Berbagai varietas talas yang dapat menghasilkan cuan dikembangkan seperti Jenis talas pratama 2 berlian, talas gambir, talas bogor, talas udang, talas ketan, talas jepang, talas togog kuning. Gusti Kompiang Tirtayasa, S.P di Desa Alasangker, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, merupakan salah satu petani yang mengembangkan talas pada hamparan lahan seluas 80 are.
“Selain debit air yang semakin kecil, harga pupuk yang terus meningkat menyebabkan penghasilan petani padi semakin menurun. Jadi menam talas menjadi solusi untuk keberlangsungan petani, “ ujar suami dari I Gusti Kadek Sinaryati.
“Talas juga merupakan tanaman endemi yang ada di Bali yang bisa hidup pada dataran rendah dan dataran tinggi. Sebagian besar orang Bali tahu talas dan pernah mengkonsumsinya, karena talas merupakan makanan tradisional, namun talas yang berkembang adalah talas lokal yang umbinya kecil rasanya tidak terlalu enak,” ujar ayah dua anak putra dan putri ini.
Gusti Kompyang saat ini mengembangkan talas pratama 2 berlian, talas gambir dan talas bogor yang memiliki rasa enak, legit dan tidak memiliki serat. Selain itu talas juga dalam budidayanya cukup mudah, tahan terhadap hama penyakit dan efisiensi penggunaan air. Harga talas cukup baik mencapai Rp 15.000 per kg.
“Kami bisa bertahap menanam setiap bulan, karena tanaman talas bisa ditanam sepanjang tahun walaupun musim hujan. Apalagi ada varietas talas yang tahan dengan curah hujan tinggi,” ujarnya. Ia menilai budidaya talas bisa untuk penganti atau sebagai tukar musim dengan padi pada saat debit air mengecil, dan di Bali disebut tanam padi kertamasa.
Gusti Kompiang menambahkan, dalam budidaya talas diberi jarak satu meter agar tumbuhnya lebih bagus. Jadi diatas lahan 1 are bisa menampung 100 pohon. “Sebelum menanam talas, buat lobang dulu dengan kedalaman 40 cm dan lebar 40 cm. Dalam lobang tersebut kasi pupuk organik, berhubung tanah sawah masam bisa ditambah kapur dolomite,”ujarnya.
Dalam Budidaya Talas, Gusti Kompiang menggunakan pupuk bokashi yang terbuat dari kotoran ternak, serasah, sekam yang difermentasi menggunakan produk EM4. Selain itu juga menggunakan pupuk organik cair dari urin sapi, kelinci yang difermentasi EM4.
Pemupukan yang dilakukan secara berkesinambungan tersebut membuat tanaman keladi (talas) pertumbuhannya subur dan dapat menghasilkan umbi yang cukup besar. Untuk mendapatkan hasil maksimal umbi talas bisa dipanen pada usia 10 bulan dan bisa mencapai bobot hingga 7kg/pohon.
Melihat prospek tanaman talas yang cukup mengiurkan dalam menghasilkan cuan, Gusti Kompiang telah mengumpulkan para petani untuk membuat kelompok budidaya talas supaya ada wadah pagi petani dalam hal budidaya, prospek pasar dan lainnya.
“Saat ini sudah saya kumpulkan sejumlah petani talas dari tiga kecamatan di Buleleng diantaranya Kecamatan Buleleng, Kecamatan Sukasada dan Kecamatan Sawan yang rata-rata telah menanam cukup luas,” kantanya saat dikunjungi tim Youtube Channel EM Indonesia. linktr.ee/pakolescom #EM