Tertawa dan Mentertawai

0
56
Mas Ruscitadewi Adalah Sastrawan dan Alumnus Program S-3 Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar.

Oleh: Mas Ruscitadewi *)
Tertawa itu sehat
Mentertawai itu sakit

Rasa senang pada sesuatu bisanya ditunjukkan dengan tertawa. Dari tertawa kecil, hingga tertawa terbahak-bahak. Biasanya ada sebuah sebab yang membuat orang tertawa, bertemu seseorang yang dirindukan, melihat, mendengar dan merasakan sesuatu yang lucu pada sebuah objek misalnya polah binatang, anak kecil atau seni.

Ada juga orang yang bisa tertawa sendiri tanpa disebabkan obyek yang dilihat, ataupun didengarnya. Orang tersebut tertawa kemungkinan karena ada sesuatu yang menyenangkan yang ia rasakan, yang tak dilihat dan didengar orang lain.

Orang-orang seperti itu biasanya adalah orang yang telah puas dengan pencapaian-pencapaian dalam hidupnya. Sehingga ia bisa menjalani kehidupan ini hanya sebagai kegiatan mengisi waktu luang yang memberi manfaat bagi orang lain.

Tertawa itu menyenangkan dan yang menyenangkan membuat kita tertawa. Tertawa itu menyehatkan, mungkin karena terjebak pada konsep tertawa itu sehat membuat beberapa “guru” mengajak ‘muridnya” untuk tertawa tanpa memberi tahu caranya untuk mendapatkan kesenangan.

Yang penting tertawa dan tertawa sekeras-kerasnya. Jika tawa tidak didasari pada kesenangan atau kebahagiaan dari dalam jiwa, dapat dipastikan akan terjadi benturan pada tubuh dan rasa halus yang bisa berefek pada sakit perut maupun muntah-muntah, dan jika hal itu terus dilakukan efek di luar akan hilang karena ia menuju ke dalam menjadi tawa kepalsuan yang akan membuat pelakunya sakit dalam kejiwaan.

Tertawa karena merasa senang dengan penderitaan atau kesakitan orang lain juga penanda “sakit”. Dari tertawa sendiri, akan berkembang menjadi mentertawai, adalah tertawa dengan niat mengajak orang lain untuk tertawa, seperti yang sering dan dengan mudah dilakukan lewat mensos.

Alih rupa tertawa dan mentertawai di mensos biasanya ditunjukkan seseorang dengan mengunggah gambar, narasi yang dianggap sebagai kesalahan untuk mengundang komentar netizen.

Prilaku seperti itu tak ubahnya seperti tertawa melihat seseorang yang jatuh, dan mentertawai dengan keras untuk memancing respon dan mengajak orang lain untuk tertawa dan mentertawai.

Jika kita yang jatuh dan mentertawai kesakitan diri kita sendiri, maka tawa itu akan membuat kita melupakan rasa sakit, akan makin menyehatkan kita. Tapi jika kita mentertawai kesakitan orang lain, maka tawa itu akan membantu menyehatkan yang sakit dan menambah kesakitan diri kita sendiri.

*)Adalah Sastrawan dan Alumnus Program S-3 Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini