Oleh: Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr *)
Ada istilah baru di jaman digital mencuat, berbahasa Inggris, sampai arti sebenarnya menjadi kabur Flexing, yang berarti pamer. Kata pamer aslinya berarti mempertunjukkan, mempertontonkan, kemudian berkembang menjadi pameran, memperlihatkan produk sambil menjual.
Flexing bukan saja berarti pamer, tapi jauh lebih dari itu, dia mengandung arti pamer untuk keren, walau pinjam, ngutang atau nipu, tujuannya untuk nipu, biar disangka kaya, hebat dan orang yang melihatnya berdecak kagum.
Dengan demikian lalu muncul persepsi dari masyarakat luas, bahwa orang itu adalah orang kaya dermawan, ganteng,cantik, muda, pintar, rajin dan banyak memberi uang kepada siapa saja yang ingin diberinya, sehingga dia dibicarakan kekayaannya dan kehebatannya.
Hal itu dipersepsikan oleh masyarakat, bahwa dia tidak mungkinlah menipu, tapi nyatanya, dia adalah penipu kelas berat, sangat berat, licik, halus, dan mematikan. Itulah Flexing, berlagak dan pamer seperti orang kaya, padahal dia adalah penipu kelas wahid.
Dulu, sebelum jaman milenial, budaya flexing juga ada, tapi tujuannya untuk hepi-hepi, untuk membuat orang lain sekedar melongo, kagum akan kekayaan dan kesuksesannya di sekitar desa, kecamatan atau kota.
Upaya itu dilakukan walaupun dengan cara meminjam atau menjual asset, sehingga orang yang flexing tersebut masuk dalam kelas orang kaya, priyayi atau sejenisnya, yang layak dikagumi karena kekayaannya.
Di jaman milenial ini, flexing bertujuan lebih gila, sehingga dia sendiri menamakan dirinya crazy rich, orang kaya gila, yang juga berarti gila harta dengan segala cara, gila nipu dan gila dikira kaya.
Secara psikologis, orang kagum dengan orang kaya, mereka tidak begitu peduli dengan bagaimana cara dia mendapatkan kekayaan, apakah sesuai hukum atau melawan hukum, apakah halal atau haram, yang penting kaya, pintar, menawan dan dermawan.
Selanjutnya, orang yang melakukan flexing tersebut mengajak, menganjurkan, menjual-membeli produk yang bisa membuat kaya dengan cara mudah, seperti judi berkedok bisnis, investasi bodong, jual beli saham gadungan, mengajak orang lain investasi kemudian meninggalkannya, menipu dan memeras berdasarkan cinta online dan masih banyak lagi cara menipu lainnya, yang bisa disebut dengan cara pesugihan jaman now.
Sebagai orang berpikir sederhana dan terbiasa bekerja memeras keringat dan pikiran, saya termasuk bersyukur tidak ikut arus terkagum-kagum dengan orang bergaya flexing, terus terang saya muak, mau muntah bercampur malu melihat orang dengan gayanya berlagak orang kaya gila, seolah tidak kekurangan apa, seolah kentut dan batuknya bisa diuangkan.
Orang kaya itu tidak untuk dipamerkan, tapi justru tidak diperlihatkan, tampil sederhana, seperti macan yang menyembunyikan kukunya, hanya bila perlu dan mendesak saja kukunya baru dikeluarkan.
Orang kaya itu pastilah hasil dari kerja keras, pintar, berani dan tepat berinvestasi, minimal orang tuanya memiliki aset dari hasil kerja kerasnya. Tidak ada orang kaya yang ujug-ujug, langsung kaya tanpa memiliki produk jelas dan laku keras, tanpa kerja keras, pintar dan investasi.
Keterbukaan informasi, kecepatan informasi di media sosial dan ketaatan hukum, dengan cepat aparat membongkar aib menipu orang kaya gila itu, ternyata dia hanyalah penipu ingusan yang berlagak crazy dan ingin rich tanpa kerja keras, tanpa ilmu dan tanpa pengalaman yang mumpuni, kecuali pengalaman tipu-tipu. Dan masyarakat yang ditipu atau yang menonton drama penipuan digital itu dibuat kesal berdecak, sambil berkata : “Busyet ! Crazy rich itu berlagak kaya untuk tipu-tipu.”
*) Direktur Utama PT Karya Pak Oles Grup. linktr.ee/pakolescom #pakoles