Oleh: Mas Ruscitadewi *)
Ibu
Untuk menjaga tanah
Kau pilih menjadi rumput
Yang tak menyebarkan harum pada kumbang
Dan tak menyisakan daun pada musim……
Perjalanan pendewasaan seorang perempuan adalah menjadi “ibu”. Seperti halnya ibu pertiwi yang menyangga bumi dan seisinya, ibu juga menjadi penyangga keluarga dan segenap penghuninya.
Seorang perempuan yang menjadi ” Ibu” selalu akan terpanggil keibuannya untuk mengasuh, menyuapi, memelihara, melindungi, anak-anaknya, bahkan mengantarkan anak-anaknya ke gerbang kehidupan.
Ibu mungkin terdengar cerewet, melarang ini dan itu, membatasi ini dan itu. Tapi makna bahasa kata-kata ibu, jauh lebih dalam dari sekedar kata-kata biasa. Kata-kata ibu menyimpan kasih sayang yang dibisukan.
Dalam kata larangan-larangan, cerewetnya, ibu menyimpan rapat pengetahuannya sebagai guru. Guru yang memberikan pelajaran dengan laku. Yang menyimpan sedu agar anak-anak tak tahu.
Demi anak, demi, suami, demi keluarga ibu memilih menjadi rumput hijau yang meneduhkan dibandingkan menjadi bunga mawar harum yang mengundang decak kagum. Ibu seperti rumput yang terinjak tapi bertahan dan bertumbuh tanpa menunggu musim.
Ibu telah menjadi guru yang bisu bagi anak-anak yang berlidah kelu. Tempat mengadu, dan merindu.*)
Adalah Sastrawan dan Alumnus Program S-3 Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar